SELAMAT DATANG

Kiranya para pengunjung mendapatkan inspirasi dalam menjalani kehidupan lewat cerita-cerita ataupun artikel-artikel yang dimuat dalam blog ini. Karena hanya didalam Yesus ada kehidupan, dan di dalam Yesus pula, hari ini lebih baik dari hari kemarin, esok lebih baik dari hari ini, lusa lebih baik dari hari esok, minggu ini lebih baik dari minggu kemarin, minggu depan lebih baik dari minggu ini, bulan ini lebih baik dari bulan kemarin, bulan depan lebih baik dari bulan ini, tahun ini lebih baik dari tahun kemarin, dan tahun depan lebih baik dari tahun ini... Sampai kemuliaan Kristus nyata dalam kehidupan kita, dan sampai kita bertemu muka dengan muka dengan Raja kita yang Mulia, Gembala Agung kita, Juruselamat manusia, dalam kemuliaan-Nya, dan hidup selama-lamanya bersama-Nya..
Amsal 4:18, "Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari..."

Laman

Senin, 01 Maret 2010

KELAHIRAN YESUS DAN PERMULAAN PELAYANANNYA

Kisah tentang kelahiran Yesus memperlihatkan bahwa bukan ahli-ahli agama, melainkan rakyat biasalah yang pertama-tama mengenali penyelamat yang dijanjikan Allah ketika Ia datang. Lukas 1 menceritakan tentang seorang imam yang tidak begitu dikenal, Zakharia, dan istrinya Elizabet, yang sedang menunggu saat Allah membebaskan umat-Nya (Luk. 1:5-28). Karena sikap menanti itu, mereka mendapat anugerah berupa pemberitahuan tentang kelahiran anak lelaki mereka sendiri, yang dikenal sebagai Yohanes Pembaptis (Luk. 1:57-80). Maria, ibu Yesus, adalah anggota keluarga besar yang sama. Dari Magnificat, kidung pujian Maria dalam bentuk syair yang menggetarkan (Luk. 1:46 - 55), kita dapat melihat betapa rindunya orang-orang ini menunggu agar Allah bertindak dalam hidup mereka. Maria dan sahabat-sahabatnya benar-benar gembira karena Allah akan bertindak dengan cara yang baru.

Tema-tema yang sama ditekankan dalam semua cerita tentang peristiwa Natal yang pertama itu - cerita-cerita yang sudah kita kenal semuanya. Orang-orang pertama yang mendengar kabar baik tentang penggenapan janji-janji Allah dengan lahirnya Yesus adalah beberapa gembala di perbukitan Yudea (Luk. 2:8-20), kemudian Simeon dan Hana di Bait Allah (Luk. 2:25-38). Tidak satu pun dari orang-orang itu merupakan orang penting dalam masyarakat pada umumnya. Cerita-cerita dalam pasal-pasal pertama Injil Lukas menekankan bahwa pejabat resmi - apakah dalam bidang politik atau agama - tidak mengenali Yesus. Hal ini terus terulang sepanjang kisah kehidupan Yesus. Jelaslah untuk dapat benar- benar mengerti karya-karya Allah dalam Kristus orang-orang terpenting penting pun harus menjadi seperti anak-anak kecil (Luk. 18:17).


1. Kapankah Yesus lahir?


Tidak mudah untuk menentukan dengan tepat kapan Yesus dilahirkan. Menurut perkiraan yang umum, Yesus lahir antara tahun 1 sM dan tahun 1 M. Tetapi hal ini ternyata tidak benar, karena kesalahan yang dibuat pada abad ke-6 M di dalam menghitung permulaan tarikh Masehi. Ada empat bukti yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, menurut Matius, "Yesus dilahirkan di kota Betlehem di negeri Yudea pada masa pemerintahan Raja Herodes" (Mat. 2:1, BIS) - yakni sebelum kematian Herodes Agung pada tahun 4 sM.

Kedua, Lukas lebih berminat untuk menempatkan kisahnya dalam konteks yang lebih luas dari kekaisaran Roma; menurut laporannya, Yesus dilahirkan ketika sensus pertama dijalankan pada waktu Kirenius gubernur Siria (Luk. 2:2). Yosefus menceritakan bahwa seseorang yang bernama Kirenius memang dikirim ke Siria dan Yudea guna menyelenggarakan suatu sensus pada permulaan tarikh Masehi (Antiquities 18.1). Tetapi sensus ini merupakan bagian operasi pembersihan setelah Arkhelaus, anak lelaki Herodes Agung, dicopot dari jabatannya. Hal itu semestinya terjadi pada tahun 6 atau 7 M, dan tidak mungkin terjadi sebelum kematian Herodes Agung pada tahun 4 sM.

Oleh karena itu, beberapa ahli menduga bahwa orang yang disebut "Kirenius" oleh Lukas sebenarnya Saturninus, perwira tinggi Romawi di Siria, yang mengadakan sensus pada tahun 6 sM. Tetapi kita tidak mempunyai bahan untuk menunjukkan bagaimana Lukas tidak dapat membedakan kedua orang itu. Pada bagian lain Injilnya dan Kisah Para Rasul, ia sangat cermat serta sangat teliti dalam pemakaian nama- nama dan gelar-gelar pejabat Roma. Bagaimanapun juga, kita tidak mempunyai bukti nyata, bahwa Saturninus memang mengadakan sensus.

Ketiga, Lukas juga membuat pernyataan-pernyataan yang lain tentang waktu terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus. Ia, umpamanya, mengatakan bahwa Yesus berumur tiga puluh tahun ketika Ia dibaptis, yakni "Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius" (Luk. 3:1). Tiberius menjadi penguasa kekaisaran Roma pada tahun 14 M, sehingga tahun kelima belas adalah tahun 28 M. Tetapi sebenarnya Tiberius telah turut memerintah dengan pendahulunya, Agustus, sejak tahun 11 M. Jadi, walaupun ia baru menjadi kaisar setelah Agustus meninggal pada tahun 14 M, ia telah memegang kekuasaan tiga tahun sebelumnya. Mungkin sekali Lukas menghitung tahun kelima belas pemerintahan Tiberius sejak tahun 11 M, sehingga Yesus berumur tiga puluh tahun pada tahun 25-26 M. Dengan demikian, Ia lahir pada tahun 5 atau 4 sM, jadi sebelum Herodes Agung meninggal.

Keempat, beberapa ahli berusaha lebih spesifik lagi dengan menghitung terjadinya suatu konjungsi planet-planet sekitar tahun 6 sM dan menganggap peristiwa astronomi ini dapat menerangkan bintang terang yang disebut dalam Injil Matius. Tetapi argumen seperti ini jelas merupakan spekulasi.

Dari hal di atas kita dapat lihat bahwa ada dua bukti yang menunjuk bahwa Yesus lahir sekitar tahun 4 sM, sedangkan informasi lain yang diberikan oleh Lukas tentang sensus pada masa Kirenius kelihatannya tidak cocok dengan cara penentuan waktu ini. Ada tiga kemungkinan untuk menjelaskan persoalan ini.

Pertama, keterangan Lukas disalah-artikan. Sejumlah ahli mengutarakan bahwa masalah yang kami kemukakan pada hakekatnya tidak ada. Menurut mereka, dari segi tata bahasa, Lukas 2:2 dapat diterjemahkan, "Sensus ini dijalankan sebelum sensus yang diadakan ketika Kirenius menjadi gubernur negeri Siria," berbeda dengan terjemahan yang lazim. "Sensus yang pertama ini dijalankan waktu Kirenius menjadi gubernur negeri Siria" (BIS; bnd. TB). Pengertian seperti ini memang mungkin, walaupun bukanlah makna utama pernyataan itu. Lagi pula, untuk itu harus ada perubahan terhadap teks, walaupun secara tersirat. Beberapa ahli Perjanjian Baru yang terkemuka mendukung penjelasan demikian, tetapi penjelasan tersebut tidak diterima secara luas.

Kedua, Lukas keliru. Kebanyakan ahli malahan cenderung menganggap informasi yang diberikan dalam Lukas 2:2 sebagai kekeliruan. Ini merupakan cara yang mudah memecahkan masalah, tetapi tetap mengandung kesulitan-kesulitan. Seperti yang dikemukakan di atas, di bagian- bagian lain Injilnya dan dalam Kisah Para Rasul, bila Lukas membicarakan orang-orang dan peristiwa-peristiwa dalam kekaisaran Roma, ia memperlihatkan dirinya sebagai seorang ahli sejarah yang benar-benar dapat diandalkan. Oleh karena itu kelihatannya tidak mungkin ia memberi keterangan yang begitu spesifik di sini kalau ia tidak mempunyai alasan yang kuat untuk itu. Lagi pula, pernyataannya tentang waktu Yesus dibaptis oleh Yohanes cocok dengan asumsi bahwa Yesus lahir pada masa pemerintahan Herodes Agung, kira-kira sepuluh tahun sebelum pemerintahan Kirenius yang disebut oleh Yosefus. Hampir tidak mungkin, seorang sejarawan yang cerdas akan membuat dua pernyataan yang saling bertentangan pada konteks yang berdekatan dalam kisahnya. Kalau kita menganggap Lukas memakai sumber-sumbernya dengan cermat dan menulis secara saksama serta mengerti apa yang ditulisnya, maka sulit mengatakan bahwa ia memberi keterangan yang keliru mengenai sensus di bawah Kirenius.

Ketiga, Lukas tidak memberikan cerita yang lengkap. Suatu penjelasan yang lebih baik dapat ditemukan bila kita mengingat bagaimana sebenarnya kehidupan berlangsung di kekaisaran Roma. Memerintah Yudea dari Roma pada tahun 7 M tidaklah sama keadaannya bila dilakukan pada hari ini. Sekarang ini kita mempunyai komunikasi langsung ke seluruh penjuru dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa di New York dapat mengambil suatu keputusan yang mempengaruhi sebuah negara di belahan dunia yang lain dan keputusannya itu dapat, disampaikan kepada negara itu dalam waktu beberapa menit saja. Tetapi di Roma purba keadaannya berbeda. Walaupun dalam kondisi yang ideal, sebuah dekrit yang ditandatangani kaisar di Roma dapat memakan waktu berbulan-bulan lamanya untuk mencapai provinsi yang jauh seperti Yudea - dan selalu ada kemungkinan bahwa pembawa pesan mengalami musibah di laut bila kapalnya karam, sehingga perintah kaisar tertunda lebih lama atau malahan hilang sama sekali. Pada zaman setelah Yesus, umpamanya, kaisar Kaligula mengirim perintah agar patungnya sendiri ditempatkan di Bait Allah di Yerusalem. Gubernur setempat lebih bijaksana dari kaisar dan menyadari bahwa hal itu akan ditentang keras oleh orang-orang Yahudi. Sebab itu ia menulis dan minta kepada kaisar untuk meninjaunya kembali. Tetapi Kaligula mendesak agar rencana itu dilaksanakan, dan menulis kepada gubernur untuk mengerjakannya. Kapal yang membawa perintah tersebut memerlukan waktu tiga bulan berlayar dari Roma ke Yudea. Sementara itu Kaligula dibunuh, dan sebuah kapal yang berangkat belakangan dari Roma membawa berita kematiannya dan tiba di Yudea 27 hari lebih dahulu dari kapal pertama sehingga perintahnya tidak dilaksanakan.

Dalam menentukan waktu pelaksanaan sensus yang dilakukan oleh Kirenius dengan tepat, kita harus mengingat kesulitan-kesulitan komunikasi dan pemerintahan pada waktu itu. Lagi pula, sudah diketahui secara umum bahwa sensus-sensus Roma (yang diadakan untuk maksud perpajakan) sering ditentang di banyak wilayah kerajaan. Salah satu sensus seperti itu, umpamanya, yang diadakan di Gaul sangat ditentang rakyat sehingga diperlukan 40 tahun guna menyelesaikannya! Selain itu, ada lagi persoalan-persoalan komunikasi. Sehingga, boleh jadi sensus yang diselesaikan oleh Kirenius pada tahun 6 atau 7 M telah didasarkan pada informasi yang dikumpulkan jauh sebelumnya.

Kaisar Agustus sangat gemar mengumpulkan angka-angka statistik; karena itu mungkin sekali ia meminta Herodes Agung untuk menjalankan suatu sensus. Kirenius dikirim pada tahun 6 M untuk membereskan pekerjaan yang belum diselesaikan oleh Arkhelaus, dan mungkin sekali ia memakai informasi yang dikumpulkan sebelumnya dan tidak memulai pekerjaan yang rumit itu dari awal sekali. Kalau ini benar, tidak ada alasan kuat untuk menganggap informasi Lukas tentang sensus tersebut bertentangan dengan keterangan lainnya yang mendukung perkiraan bahwa Yesus lahir pada tahun 5 sM. Bagaimanapun juga, ia lebih menaruh minat untuk menceritakan kisah kelahiran Yesus daripada menjelaskan kerumitan dunia politik Yudea pada waktu itu.


2. Yesus beranjak dewasa.


Kita hanya tahu sedikit sekali tentang kehidupan Yesus sebagai anak- anak. Rumahnya yang terbuat dari tanah liat merupakan bangunan yang terdiri hanya dari satu ruangan, dengan atap datar. Mungkin Yesus ikut membantu Yusuf dalam pekerjaannya. Mereka membuat alat-alat pertanian, perabot rumah dan mungkin juga bekerja untuk bangunan- bangunan. Setiap desa kecil seperti Nazaret mempunyai tukang kayunya sendiri, yang mungkin sekali juga melakukan berbagai tugas lain di samping pekerjaannya sebagai ahli bangunan kayu. Gambar-gambar yang kadang- kadang kita lihat tentang Yesus sebagai remaja, yang sedang membuat kuk untuk sapi, tidaklah melukiskan semua yang dilakukan- Nya. Tentu Ia juga terampil di dalam pekerjaan memplester tembok maupun menyerut kayu.

Walaupun rumah-Nya relatif sederhana, kelihatannya Yesus memperoleh pendidikan yang baik. Ia dianggap orang yang cocok untuk membaca Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani di sinagoge di Nazaret (Luk. 4:16- 20), padahal tidak semua orang seumur-Nya dapat membaca bahasa Ibrani, walaupun mereka mungkin dapat berbicara di dalam bahasa itu. Anak-anak lelaki Yahudi biasanya dididik di sinagoge setempat, dan Yesus tampaknya termasuk anak yang cerdas dalam kelas-Nya.

Nazaret merupakan kota yang menantang bagi seorang anak lelaki cerdas yang sedang beranjak dewasa. Memang benar Nazaret bukan kota penting. Ia tidak pernah disebut di bagian lain Alkitab, maupun dalam tulisan lain pada zaman itu. Tetapi mungkin sekali hal itu disebabkan karena orang-orang Yahudi yang sangat taat merasa bahwa rakyat Galilea - termasuk penduduk-penduduk Nazaret - terlalu banyak berhubungan dengan orang-orang bukan Yahudi. Galilea sendiri sering disebut "Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain" (Mat. 4:15), karena lebih banyak orang bukan Yahudi ketimbang orang Yahudi sendiri menetap di sana. Sebaliknya rakyat di provinsi Yudea di sebelah selatan telah terisolasi dari semua pihak lain kecuali dari masyarakat mereka sendiri, sehingga mereka menjadi tertutup dan mementingkan diri sendiri, dan juga merasa benar sendiri serta bersikap munafik. Tetapi Galilea sangat berbeda. Jalan-jalan raya yang membawa pedagang- pedagang dari timur dan pasukan Roma dari barat melintasi Galilea. Di Nazaret, Yesus bertemu dan bergaul dengan banyak orang bukan Yahudi. Tentu Ia memikirkan dan berbicara mengenai gagasan-gagasan Yunani dan Romawi, di samping warisan agama bangsa-Nya sendiri.

Salah satu keuntungan istimewa bila dibesarkan di Galilea adalah bahwa Yesus dapat berbicara tiga bahasa. Seperti yang disebutkan di atas, Ia dapat berbicara dan membaca bahasa Ibrani, meskipun bahasa Ibrani bukan lagi bahasa yang biasa dipakai rakyat Yahudi. Sejak beberapa abad sebelum zaman Yesus, orang-orang Yahudi telah memakai bahasa lain yang mirip dengan bahasa Ibrani, yang disebut bahasa Aram. Bahasa itulah yang dipakai Yesus di rumah dan ketika bergaul dengan teman- teman-Nya. Karena ada begitu banyak orang bukan Yahudi di Galilea, Ia mungkin sekali berbicara bahasa Yunani juga, yakni bahasa pengantar yang dipakai di seluruh kekaisaran Roma.

Kecuali yang dapat kita simpulkan berdasarkan pengetahuan kita tentang corak masyarakat di mana Yesus dibesarkan, Perjanjian Baru hampir tidak menceritakan apa-apa tentang kehidupan-Nya sebelum Ia berumur tiga puluh tahun. Penulis-penulis Kristen pada abad ke-2 M merasa ada sesuatu yang tidak benar dan tidak wajar mengenai hal ini, sehingga mereka berusaha melengkapi apa yang dirasakan sebagai suatu kekurangan dalam Perjanjian Baru. Kita mempunyai sejumlah kisah tentang masa kanak-kanak Yesus, cerita-cerita dengan judul judul seperti Injil tentang Kelahiran Maria, Sejarah Yusuf si Tukang Kayu, atau Injil Tomas tentang Masa Kanak-kanak Yesus. Tidak perlu menanggapi secara serius cerita-cerita tentang masa kanak-kanak Yesus yang kita temukan dalam "Injil-injil" tersebut. Semuanya hanyalah legenda yang sering berkembang tentang tokoh penting, bila orang-orang yang benar-benar mengenalnya sudah meninggal. Tetapi ada beberapa tulisan dari abad ke- 2 yang mungkin mengandung beberapa ucapan Yesus yang asli, yakni tulisan-tulisan seperti Injil Tomas dan Injil Filipus. Hal ini akan ditinjau secara terinci dalam salah satu pasal berikut.

Lukas hanya menggambarkan masa kanak-kanak Yesus dengan berkata, Ia "bertambah besar dan menjadi kuat" (Luk. 2:40) seperti anak-anak lain. Tetapi Lukas juga menambahkan bahwa Yesus "bertambah hikmat- Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Luk. 2:52). Kemudian ia menceritakan hanya satu kisah saja untuk menggambarkan apa yang dimaksudkannya dengan kata-kata tersebut (Luk. 2:41-52).

Dalam kisah itu diceritakan bagaimana Yesus tertinggal di Yerusalem ketika Ia berumur dua belas tahun. Ia pergi ke sana dalam suatu ziarah agama bersama Maria dan Yusuf, untuk ikut serta dalam salah satu pesta besar agama Yahudi. Ketika orang tua-Nya akhirnya menemukan-Nya di Bait Allah, Ia bertanya kepada mereka, "Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" (Luk. 2:49). Pada usia itu pun, Yesus bertumbuh tidak hanya secara fisik dan mental, tetapi juga secara spiritual. Ia mempunyai kesadaran yang luar biasa tentang kehadiran Allah dalam hidup-Nya. Allah adalah Bapa-Nya dan hubungan itu lebih penting bagi-Nya daripada apa pun juga.

Peristiwa berikutnya yang kita dengar tentang Yesus adalah waktu Ia sudah berumur kira-kira tiga puluh tahun. Saudara sepupu-Nya, Yohanes Pembaptis, telah memulai suatu gerakan agama dan mendapat banyak pengikut. Yohanes hidup secara sederhana di padang gurun Yudea. Pakaiannya terbuat dari bulu unta, dan dia hanya makan makanan yang dihasilkan padang gurun, yakni "belalang dan madu hutan" (Mrk. 1:6).

Yohanes bukanlah satu-satunya nabi yang berkeliling pada waktu itu. Banyak orang berbicara mengenai kedatangan penyelamat yang dijanjikan Allah untuk membangun suatu masyarakat yang baru. Di padang gurun yang sama, agak ke arah selatan terdapat persekutuan di Qumran berbicara mengenai hal-hal yang serupa. Pada kemudian hari banyak penghasut dan nabi mencari ketenaran bagi mereka sendiri di tempat yang sama.

Tetapi Yohanes berbeda karena ia tidak berusaha mencari ketenaran bagi dirinya sendiri. Di Palestina cukup banyak orang sinting, yang masing- masing menyatakan diri sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah. Mereka merasa mendapat tugas untuk membasmi ketidakadilan sosial dan politik di masa itu dan mendapat kuasa untuk membangun umat yang baru. Tetapi Yohanes tidak membuat pernyataan-pernyataan seperti itu. Ia hanya mengatakan bahwa ia adalah "utusan" atau "suara" (Mrk. 1:2-3) untuk membawa kabar baik bahwa umat baru segera akan dibentuk.

Orang-orang Yahudi yang sedang menanti-nantikan umat baru dari Allah mengetahui dari Perjanjian Lama kedatangan seorang utusan, yang sama seperti Nabi Elia dari Perjanjian Lama (Mal. 4:5). Para penulis kitab- kitab Injil dengan tegas menyatakan bahwa orang itu Yohanes Pembaptis. Cerita-cerita mereka mengenai cara hidupnya dan pemberitaannya mirip dengan kisah-kisah tentang Elia dalam Kitab Raja-raja di Perjanjian Lama (1Raj. 17 - 19).

Perjanjian Baru dan penulis Yahudi, Yosefus (Antiquities 18.5.2), kedua-duanya menggambarkan pekerjaan Yohanes sebagai seruan kepada orang-orang Yahudi agar membenahi hidup mereka supaya mereka layak secara moral untuk bertemu dengan orang yang akan membangun umat baru. Para nabi Perjanjian Lama, sering melihat bahwa walaupun orang Yahudi adalah umat Allah, mereka tidak dalam keadaan yang layak untuk bertemu dengan Allah mereka. Jika Allah hendak berkarya dalam kehidupan mereka, kedatangan-Nya harus dimulai dengan penghakiman - dan penghakiman-Nya akan sangat berat bagi mereka yang diberi hak-hak istimewa yang paling besar.

Pemberitaan Yohanes tepat sama seperti itu. Ia berseru kepada orang-orang Yahudi agar bersedia mengubah cara hidup mereka, supaya mereka layak bertemu dengan Allah. Orang-orang yang bersedia memenuhi panggilan tersebut memperlihatkan kesediaan mereka dengan cara "dibaptis". Kata Yunani yang darinya kita mendapat kata "baptis", berarti "mencelup". Kata itu sering dipakai, umpamanya, sehubungan dengan pemberian warna pada kain sewaktu kain tersebut dicelupkan ke dalam bak. Arti "baptisan" dalam agama sama seperti itu, hanya dalam hal ini manusialah yang dicelupkan, dan mereka dicelupkan bukan dalam zat pewarna melainkan dalam air jernih. Yohanes agaknya memanfaatkan Sungai Yordan sebagai sumber air yang dekat.

Kebanyakan orang Yahudi tahu apa baptisan itu. Mungkin hal itu dipakai sebagai cara untuk menandai masuknya orang-orang bukan Yahudi ke dalam agama Yahudi. Baptisan memang dilakukan dengan maksud tersebut pada kemudian hari. Juga ada banyak bukti dari Naskah-naskah Laut Mati bahwa kaum Eseni memakai baptisan secara teratur sebagai cara untuk memelihara kemurnian moral dan agama mereka. Salah satu ciri yang menonjol dari puing-puing biara di Qumran adalah sistem saluran air dan tangki air yang sangat rumit, yang menyediakan air yang cukup bagi umat di padang gurun agar mereka dapat menjalankan upacara-upacara baptisan mereka. Tentunya, upacara-upacara yang dilakukan seperti kaum Eseni tidak sama seperti baptisan orang bukan-Yahudi yang masuk agama Yahudi. Baptisan dan upacara pembasuhan diulangi terus menerus di Qumran. Tetapi baptisan orang-orang yang masuk agama Yahudi merupakan peristiwa satu kali yang berlaku seterusnya.

Sukar ditentukan apakah latar belakang baptisan Yohanes adalah pembasuhan berulang kali, sama seperti yang dilakukan kaum Eseni, atau baptisan satu kali bagi orang-orang bukan-Yahudi yang bertobat. Sifat radikal pemberitaan Yohanes, dan pertentangan yang dibangkitkannya lebih mudah dimengerti jika ia berseru kepada orang Yahudi agar ambil bagian dalam sesuatu yang dirancang bukan bagi umat pilihan Allah melainkan bagi orang kafir. Yohanes mengerti, jika orang Yahudi mau ambil bagian dalam umat baru yang akan datang itu, mereka pun harus mulai baru sama sekali, seakan-akan seperti mereka (orang kafir bukan Yahudi) yang mengenal Allah untuk pertama kalinya.

Namun Yohanes tidak melihat seluruh implikasi umat baru itu. Ia seakan-akan berdiri di antara janji-janji Allah dalam Perjanjian Lama dan penggenapan janji-janji itu yang segera akan terlaksana. Ia melihat kedatangan Mesias dalam rangka penghakiman dan penghukuman. Ia melukiskan penyelamat yang dijanjikan Allah sebagai seseorang yang akan menebang pohon buah-buahan yang tidak menghasilkan buah dan membakar sekam dari gandum (Luk. 3:7-17). Harus diakui, ia melihat dengan lebih jelas daripada kaum Farisi dan kaum Zelot. Mereka mengira bahwa sasaran kutukan Allah adalah pihak Roma, tetapi Yohanes menegaskan bahwa Allah akan menghakimi umat-Nya sendiri - dan yang pertama-tama dihakimi-Nya ialah kaum Farisi.

Dalam pada itu, ia tidak memahami sepenuhnya sifat sebenarnya umat yang akan dibangun Allah itu. Sebab, umat Allah yang baru tidak berdasarkan kutukan dan penghakiman melainkan berdasarkan kasih, pengampunan dan perhatian pribadi bagi setiap orang. Ini merupakan hal yang paling sulit dimengerti oleh orang-orang Yahudi. Pada kemudian hari pun, pengikut-pengikut Yesus tidak mengerti sepenuhnya ketika Yesus mengatakan bahwa umat tersebut terbentuk melalui pelayanan dan penderitaan (Mrk. 8:13-33). Karya-karya Allah belum jelas sifatnya, sampai kelak setelah kematian dan kebangkitan Yesus.


3. Yesus dibaptis.


Yesus datang kepada Yohanes dan minta dibaptis. Mula-mula Yohanes tidak mengizinkan Yesus ambil bagian dalam lambang pertobatan ini. Kalau Yesus memang mempunyai hubungan istimewa dengan Allah, seperti yang diyakini Yohanes, mengapa Ia perlu bertobat? Tetapi Yesus meyakinkan Yohanes bahwa Ia harus turut dibaptis. Yesus berkata, "dengan demikian kita melakukan semua yang dikehendaki Allah" (Mat. 3:15, BIS).

Apa yang dimaksudkan Yesus dengan kata-kata tersebut? Secara sederhana dapat dikatakan, Yesus merasa harus mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang berdosa yang mau bertobat, yang akan menjadi pengikut-Nya yang pertama. Tanpa maksud menjauhkan diri-Nya dari orang lain, hubungan khusus yang dimiliki-Nya dengan Allah merupakan alasan kuat bagi-Nya untuk melibatkan diri sepenuhnya dalam kehidupan orang biasa. Tetapi ada beberapa orang berpendapat bahwa Yesus menganggap baptisan- Nya sebagai langkah pertama pada jalan menuju salib, yang dilihat-Nya sebagai puncak dan tujuan seluruh hidup-Nya. Dan memang benar kemudian Ia menyebut kematian-Nya sebagai "baptisan", dan di dalamnya Ia benar- benar secara nyata melakukan kehendak Allah (Mrk. 10:38).

Tentu dalam pengalaman-Nya sewaktu dibaptis, Yesus mulai mengerti untuk pertama kalinya hakikat hubungan istimewa-Nya dengan Allah. Menurut Markus, Yesus mendengar kata-kata, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Mrk. 1:11). Ini merupakan gabungan pernyataan yang terdapat dalam dua nats Perjanjian Lama. Di satu pihak ada gema Mazmur 2:7, "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini". Dalam konteks aslinya, pernyataan ini mengacu kepada raja-raja Yehuda di masa lampau. Pada zaman Yesus pernyataan itu dianggap secara umum sebagai nubuat tentang kedatangan Mesias. Pada pihak yang lain, ada juga acuan yang jelas terhadap sajak tentang hamba yang menderita dalam Kitab Yesaya, hambanya dilukiskan sebagai "orang pilihan-Ku; yang kepadanya Aku berkenan" (Yes. 42:1). Gagasan tentang hamba Tuhan ini tidak pernah dihubungkan dengan pengharapan akan seorang Mesias sebelum zaman Yesus.

Sebab itu agaknya pada baptisan-Nya Yesus belajar tentang dua hal:
1. Ia diyakinkan kembali tentang hubungan-Nya yang istimewa dengan Allah, sebagai orang yang dipilih secara khusus untuk membentuk umat Allah yang baru; dan
2. Ia diperingatkan bahwa peranan penyelamat yang dijanjikan Allah berbeda sekali dengan apa yang diharapkan oleh kebanyakan orang.

Itu berarti menerima penderitaan dan pelayanan sebagai bagian yang penting dari hidup-Nya. Ini adalah hal yang sangat sulit, seperti yang akan segera dialami oleh Yesus. Tetapi Ia menghadapi masalah itu dengan kuasa Allah sendiri; Ia diingatkan akan penyertaan Allah ketika Roh Kudus secara simbolis turun ke atas-Nya dalam bentuk seekor merpati.


4. Yesus menentukan prioritas-Nya.


Kitab-kitab Injil mengisahkan bagaimana Yesus setelah pembaptisan-Nya ditantang untuk mengatur prioritas-Nya dengan benar sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah, yakni Sang Mesias. Setiap cobaan yang Dia alami merupakan cobaan agar menghindari penderitaan dan pelayanan secara rendah hati yang merupakan kehendak Allah.

Pertama, Yesus dicobai agar membentuk umat baru melalui tindakan di bidang ekonomi, dengan menjadikan roti dari batu (Luk. 4:1-4). Ada banyak orang lapar di dunia yang akan menyambut makanan dari sumber mana saja. Yesus sendiri waktu itu berpuasa di padang gurun dan merasa lapar. Selain itu, Perjanjian Lama sering melukiskan umat baru sebagai zaman kemakmuran material yang melimpah, ketika orang lapar diberi makan dan kebutuhan setiap orang dipenuhi (Yes. 25:6- 8; 49:9-10; Yeh. 39:17-20). Jadi ada banyak alasan mengapa Yesus harus memperhatikan hal-hal seperti itu. Tetapi Ia tahu, ketenaran dan popularitas pelaku mujizat ekonomi berbeda dengan menderita dan melayani.

Sabda Tuhan kepada umat Israel pada saat yang penting dalam sejarah mereka, menolong-Nya untuk mengatasi cobaan itu, "Manusia tidak hidup dari makanan saja" (Ul.8:3, BIS). Hal itu tidak berarti, Yesus kurang peka terhadap kebutuhan ekonomi di kalangan rakyat. Sebaliknya Ia menyadari di satu pihak bahwa ini bukanlah kebutuhan mereka yang paling besar, dan di pihak lain, bukan maksud Allah agar hal itu menjadi penekanan utama pekerjaan-Nya. Dalam kenyataannya, Yesus pada kemudian hari memberi makan orang-orang lapar (Mrk. 6:30- 34). Tetapi Ia tahu, ini bukanlah tujuan utama hidup-Nya.

Cobaan kedua ialah agar Ia terjun dari puncak Bait Allah ke pelataran di bawah yang penuh sesak, tanpa melukai diri-Nya sendiri (Luk. 4:9-12). Adalah mudah untuk memperlihatkan diri sebagai Mesias dengan melakukan mujizat, karena hal ajaib dan luar biasa mempunyai daya tarik bagi bangsa yang sifatnya dikenal dengan baik oleh Yesus. Paulus, yang mengenal agama Yahudi lebih baik dari kebanyakan orang lain, mengatakan bahwa sifat orang Yahudi ialah "menghendaki tanda" (1Kor. 1:22). Malah pada abad kita yang maju dan serba ilmiah pun, banyak orang tertarik dengan hal-hal yang luar biasa dan spektakuler, dan siapa saja yang menyatakan bisa melakukan mujizat tidak sulit memperoleh pengikut-pengikut.

Di sini juga cobaan Yesus mengandung makna yang lebih dalam, sebab ada nubuat dalam Perjanjian Lama mengenai Mesias yang akan muncul secara tiba-tiba di Bait Allah (Mal. 3:1). Ada juga janji dalam Mazmur 91 yang mengatakan Allah akan melindungi mereka yang mempercayainya. Apakah ini bukan waktunya untuk mencobai Allah? Kalau Yesus benar- benar Mesias yang diutus Allah, tentu Ia boleh mengharapkan bahwa Allah akan menepati janji-janji-Nya. Suatu pemikiran yang menarik. Tetapi jawaban terhadap hal itu datang dari zaman penting yang sama juga dalam pengalaman umat Israel, "Janganlah kamu mencobai Tuhan Allahmu" (Ul. 6:16). Konteks janji Allah dalam Mazmur 91 menegaskan bahwa itu hanya berlaku bagi orang- orang yang hidup dengan taat melayani kehendak Allah. Bagi Yesus, melakukan kehendak Allah berarti pelayanan dan penderitaan, dan bukan pemanfaatan janji-janji Allah secara semena-mena untuk kepentingan diri sendiri.

Jadi Yesus menolak godaan untuk dikenal sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah melalui pertunjukan kuasa ajaib. Ia memang melakukan mujizat-mujizat. Tetapi seperti yang akan kita lihat nanti, Ia juga menjelaskan bahwa mujizat-mujizat itu merupakan tanda-tanda yang hidup dari pemberitaan-Nya itu; mujizat bukanlah berita itu sendiri.

Cobaan ketiga ialah agar Ia mau menjadi Mesias politis. Lukas menempatkannya sebagai cobaan kedua, tetapi Matius menempatkannya terakhir (Mat. 4:8-10). Lukas rupanya melakukan hal itu untuk menekankan pentingnya cobaan ini. Jelas, inilah cobaan yang terkuat. Sebab, orang Yahudi justru mengharapkan seorang Mesias seperti itu. Banyak di antara mereka juga percaya, mereka akan memerintah semua bangsa lain dalam zaman baru yang akan datang - dan Yesus digoda untuk menerima kewibawaan Iblis agar memperoleh kuasa atas dunia. Ide itu dijadikan lebih nyata melalui suatu penglihatan tentang kemegahan kerajaan-kerajaan dunia. Tetapi Yesus sekali lagi menyadari bahwa ini jauh berbeda dari jenis umat baru yang akan didirikan-Nya. Itu tidak berarti, Yesus tidak menghiraukan hasrat kuat bangsa-Nya untuk memperoleh kemerdekaan. Bagaimanapun juga, Ia sendiri hidup di bawah kelaliman penguasa Romawi. Ia bekerja dengan tangan-Nya sendiri agar dapat mempunyai penghasilan yang cukup untuk membayar pajak kepada Roma. Ia tahu benar kemelaratan orang-orang sebangsa-Nya.

Tetapi Ia menolak jabatan Mesias politis karena dua alasan. Pertama- tama, Ia menolak syarat-syarat yang diajukan Iblis kepada-Nya. Menurut cerita-cerita dalam Injil, Iblis menawarkan untuk membagi kekuasaannya dengan Yesus. Jika Yesus mengakui otoritas Iblis atas alam semesta cara keseluruhan, maka Ia akan diberikan kuasa politik secara terbatas sebagai gantinya. Hal itu tidak dapat diterima oleh Yesus. Komitmen-Nya sendiri, dan komitmen yang kemudian dituntut-Nya dari pengikut-pangikut-Nya, hanya ditujukan khusus kepada Allah sebagai Tuhan yang berdaulat. Mengakui kuasa Iblis di salah satu bidang kehidupan berarti menolak wibawa Allah.

Di samping itu Yesus ditawarkan kemungkinan memerintah dengan "kuasa" dan "kemuliaan" suatu kerajaan yang sama seperti kekaisaran Roma. Tetapi, Ia tahu hal itu bukanlah tugas-Nya. Ia tahu, pemerintahan Allah dalam kehidupan manusia dan dalam masyarakat tidak pernah dapat dipaksakan dari luar. Inilah salah satu pelajaran yang dapat ditarik dari sejarah bangsanya. Mereka memiliki semua peraturan dalam Perjanjian Lama, tetapi berulangkali mereka gagal melaksanakannya. Yesus melihat bahwa apa yang dibutuhkan manusia adalah penyerahan kehendak dan ketaatan mereka secara bebas kepada Allah. Dengan demikian mereka diberikan kebebasan moral untuk menciptakan kehidupan baru yang Allah kehendaki bagi mereka.

Jadi cobaan ketiga ini pasti merupakan cobaan yang terkuat dan yang paling menggoda. Cobaan itu juga ditolak dengan tegas sekali, "Enyahlah, Iblis!" (Mat. 4:10). Yesus tidak mau memaksakan suatu sistem kekuasaan baru di dunia untuk menggantikan sistem kekuasaan Romawi. Umat-Nya yang baru tidaklah merupakan pemerintahan yang lalim dan kejam seperti yang dibayangkan oleh banyak orang Yahudi, melainkan akan timbul dari tabiat batin yang sama sekali baru dari mereka yang menjadi anggota-anggota-Nya sewaktu mereka melayani dan beribadah hanya kepada Allah saja.



Sumber:
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996, Halaman : 53 - 65

RIWAYAT HIDUP YESUS KRISTUS

I. KEBENARAN SEJARAH


Fakta sejaran bahwa Yesus Kristus pernah hidup di dunia ini tak dapat disangkal. Segenap upaya membuktikan bahwa itu tidak benar selama 200tahun silam gagal total. Kenyataan bukan hanya bahwa seluruh Perjanjian Baru (PB) disusun berdasarkan Kristus yang benar hidup, tapi lahirnya dan berkembangnya gereja bahkan perjalanan sejarah dunia sejak 19 abad yang lalu, tak dapat diterangkan terlepas dari realitas sejarah tentang Kristus yang hidup, mati dan bangkit kembali.

Bahwa sumber-sumber data di luar Alkitab dari abad pertama sesudah pelayanan Kristus hanya sedikit menyinggung mengenai Dia, hal itu adalah lumrah. Agama Kristen adalah salah satu dari sekian agama yang alhir di negeri timur wilayah dunia Romawi pada kedua abad pertama. Perihal agama itu sedikit sekali yang menarik para ahli sejarah bangsa-bangsa. Tetapi sesudah agama Kristen bertikai dengan negara, agama itu penting disebut terutama pada kurun waktu itu, dan penulis-penulis non-Kristen pertama yang menyinggungnya berkaitan dengan pertikaian itu menyebut Kristus adalah pendiri agama Kristen (Tacitus, Annals 15.44; Suetonius,Claudius 25, [/i]Nero[/i] 16; Plinius, Epistles 10.96).

Di luar berita dalam tulisan Yosefus (Antiquities of the Jews 18.64), yang sangat diragukan dan sudah pasti banyak ditambah dengan sisipan, tak pernah Yesus disebut langsung dalam tulisan-tulisan Yahudi yang non-Kristen pada zaman itu. Penyebabnya ialah rasa permusuhan dan dendam yang sellau timbul jika pemimpin-pemimpin Yahudi pada zaman itu teringat kepada Yesus. Tetapi secara tak langsung ada rujukan kepada Yesus dalam tulisan-tulisan rabbi terdahulu, yang menyebut Yesus adalah orang durhaka Israel dan yang mempraktekkan sihir, yang mencemooh kata-kata orang bijak, menuntut orang tersesat, datang untuk menambahi Hukum Taurat, yang mati digantung pada hari sebelum Hari Raya Paskah orang Yahudi, dan yang murid-muridNya menyembuhkan orang sakit dalam namaNya. Kita dapat mengenal Kristus di belakang gambaran ini.

Pada abad-abad pertama Masehi, tak seorangpun gembong musuh agama Kristen yang menyangkal bahwa Yesus hidup dan mati di Palestina, dan bahwa Dia melakukan mujizat-mujizat – tak menjadi doal, keterangan apapun yang mereka berikan tentang kekuasaan yang Dia gunakan untuk melakukannya. Dan pada masa kini tak seorangpun ahli sejarah yang obyektif menyangkal fakta sejarah mengenai Kristus. Bukanlah ahli sejarah bila bermain-main dengan khayalan suatu ‘dongeng Kristus’. Tidak hanya kematianNya saja, tapi kebangkitanNya juga harus dihitung masuk realitas sejarah yang paling teduh dan sahih.

II. SUMBER-SUMBER


Mengenai keterangan terperinci peri-kehidupan Kristus, kita mutlak bergantung pada PB. Seperti sudah dikatakan, tidak banyak yang diharapkan dari penelitian atas kepustakaan Yahudi atau non-Yahudi dari dekade awal tahun Masehi, dan jika kita beralih ke kepustakaan Kristen di luar Alkitab dari zaman yang sama, hanya sedikit yang akan kita yang akan kita dapati disana yang belum disebut dalam PB. Kebanyakan Injil Apokrifa mencolok sebagai hasil khayalan, sehingga – dengan cara yang bertentangan – membantu untuk membuktikan watak sejarah Injil-Injil Kanon, tapi tidak menambah pengetahuan apapun tentang Tuhan Yesus.

Berita Injil bukanlah riwayat hidup dalam arti biasa ungkapan itu. Masing-masing penulis keempat Injil mempunyai tujuan khas dalam menulis Injilnya, dan mereka teliti memilih bahan dari data yang tersedia tentang hidup Tuhan Yesus Kristus. Kendati banayak beda penekanan peri segi-segi tertentu hidup Yesus, keempat Injil itu memberitakan Kristus yang satu dan sama adalah Tuhan dan Juruselamat, Anak Manusia sejati dan Anak Tunggal Allah.

Karena keempat Injil bukanlah riwayat hidup biasa, tapi pengumuman kabar baik mengenai Yesus yang adalah Juruselamat dan Tuhan, maka sukar mencari di dalamnya kronologis yang ketat. Pada pihak lain, tujuan agamawi para penulis tidak menyesatkan mereka untuk mengabaikan watak sejarah hidup Yesus. Seperti jelas dinyatakan dalam kata pendahuluan Injil ketiga, Lukas, para penulis itu benar-benar menyadari betapa mendesak dan perlunya mengumumkan kebenaran tentang kristus. Bagi mereka dan sesama mereka yang seiman kepercayaan pada Kristus adalah soalan hidup dan mati. Karena itu mereka tak dapat mengalaskan iman mereka pada takhayul, dongeng atau legenda. Kepercayaan seperti yang dimiliki generasi Kristen pertama menuntut ketaatan mutlak sampai mati. Kepercayaan seperti itu hanaya dapat didasarkan pada fakta-fakta yang benar-benar meyakinkan. Lagipula, begitu dekat dan hidup hubungan para penulis Injil dengan banyak saksi mata yang sempat mendengar dan melihat sendiri Tuhan Yesus, sehingga para penulis itu mempunyai kesempatan yang khas luar biasa untuk memperoleh bukti-bukti nyata dan sah. Diamping itu, karena fakta-fakta historis itu diperoleh dari begitu banyak saksi mata, maka para penulis Injil tidak berani memberikan keterangan-keterangan fiktif.

Kendati Lukas memasukkan kedalam Injilnya sebagian besar tulisan Markus, dan mungkin Yohanes sudah mengena; baik ketiga Injil Pertama, tapi masing-masing keempat Injil itu merupakan sumber yang berdiri sendiri mengenai hidup Tuhan Yesus. Masing-masing menekankan segi tertentu dari hidup dan pelayanan Kristus – yang satu melebihi yang lain, tapi pada dasarnya kristus yang sama dan yang satu itulah yang kita jumpai dalam keempatnya. Hal itu benar dalam Injil Yohanes, seperti dalam Injil-injil Sinoptik. Injil Yohanes melengkapi yang lain, dan – sebagai hasil perenungan yang bertahun-tahun dan pemikiran yang lebih dalam peri sejarah Injil – Yohanes lebih memusatkan perhatiannya pada ajaran Tuhan Yesus mengenai diriNya sebagai Anak Allah. Tapi Yohanes tidak memberitakan Kristus yang lain dari Kristus yang diberitakan oleh ketiga penulis Injil terdahulu.

Ringkasnya, sumber paling jitu dan paling terpercaya untuk memperoleh informasi tentang hidup Yesus Kristus adalah keempat Injil Kanon. Kendati bagian PB lainnya tidak menambah rincian informasi atas peri kehidupan Yesus yang disajikan dalam Kitab-kitab Injil, Penting diperhatikan bahwa Kitab Kisah Para Rasul, Surat-surat dan Wahyu semuanya disusun berdasarkan fakta bahwa Yesus hidup, mengajar, menderita kematian dan menang atas maut seperti diceritakan oleh Kitab-kitab Injil. Beberapa surat dalam PB ditulis awal tahun 50M (atau sedikit lebih dini(, umpamanya 1 dan 2 Tesalonika dan Galatia, dan mungkin Yakobus – ditulis kira-kira 20tahun kemudian dari tanggal penyaliban Kristus).
Selanjutnya, mengingat kenyataan bahwa salah seorang penulis PB, yakni Paulus, yang begitu kejinya menganiaya pengikut Kristus, tapi yang bertobat kemudian tahun 32M atau 33M, juga surat Yakobus ditulis oleh saudara Tuhan Yesus, maka dapatlah kita bayangkan betapa dekatnya hubungan masa hidup Tuhan Yesus di bumi ini (tahun 4sM – 30M) dengan generasi masyarakat Kristen yang pada masa hidup mereka dokumen-dokumen asli PB ditulis.

Ringkasan yang diberikan Paulus tentang pemberitaan para rasul dalam 1 Korintus 15:1-8 penting sekali :

15:1 Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri.
15:2 Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.
15:3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,
15:4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;
15:5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.
15:6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal.
15:7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.
15:8 Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.


Dalam bagian ini Paulus tidak hanya memberitakan Injil yang satu dan sama dengan yang diberitakan keempat Kitab Injil, tetapi ia juga menyatakan betapa dekatnya hubungan gereja Kristen perdana, para rasul dan saksi-saksi mata lainnya dengan hidup Tuhan Yesus. Maka tidaklah mengherankan menjumpai bahwa keempat Kitab Injil, kendati dengan perbedaan-perbedaan penekanan dan keberbagaian perincian informasi, toh keempatnya memberikan berita Kristus yang sama yang datang untuk mencari dan menyelamatkan orang yang hilang. Tuhan yang datang dari Allah, yang kepadaNya telah diberikan segala kuasa di Sorga dan di bumi (Matius 11:27; 28:18; Markus 1:11; 8:29; Lukas 1:32,35; 2:11; 9:35; 10:22; Yohanes 1:1; 20:28, dll).

Justru sesudah mengalami kecaman-kecaman tajam dan bertubi-tubi lebih dari satu abad, sifat kesahihan dan ketegaran keempat Injil Kanon untuk dipercayai makin mantap dan teguh dari sebelumnya. Teori – satu demi satu, juga aliran aliran pemikiran yang sambung-menyambung yang meragukan kesahihan keempat Injil untuk dipercayai, rontok berguguran. Kendati Kitab-kitab Injil memang bungkam tentang banyak rincian perihal hidup Yesus, keempat Injil saling mengukuhkan dan melengkapi, menyajikan semua fakta mengenai Yesus Kristus yang perlu kita ketahui, supaya kita mempercayai Dia adalah ‘Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya’ (Yohanes 20:31)

III. UNIK


Ditinjau dari berbagai sudut hidup Tuhan Yesus adalah unik. Satu dari keunikan itu ialah hidupNya adalah kegenapan nubuat-nubuat khusus yang dinubuatkan ratusan tahun sebelum kelahiranNya. Yesus sendiri, umpamanya, beberapa kali mengatakan kepada murid-muridNya bahwa Dia harus menderita, mati dan bangkit dari antara orang mati sesuai Kitab Suci (Bandingkan Lukas 18:31-34). Sesudah kebangkitanNya, Ia menjelaskan bahwa hidupNya, kematianNya dan kebangkitanNYa menggenapi semua yang tertulis dalam Kitab Suci (Lukas 24:25-27, 44-48 ).

Dalam tuturan Petrus, Stefanus dan Paulus yang tertulis dalam Kitab Kisah Para Rasul dan hampir semua kitabd dalam PB, berulang kali diumumkan bahwa hidup, penderitaan, kematian dan kenaikan Tuhan Yesus adalah penggenapan janji-janji Allah dalam PL. Tak ada satupun dalam sejarah dunia yang dapat dibandingkan dengan ketepatan fakta, bahwa ratusan tahun sebelum Yesus lahir, ada banyak hal mengenai Dia – bahkan tempat kelahiranNya (Mikha 5:2) – sudah di-pra-ucapkan dan dicatat dalam kitab-kitab PL. Dan ditinjau dari berbagai sudut – mulai dari ia dikandung secara supra-alami sampai peristiwa kenaikanNya ke Sorga – hidupNya adalah khas dan unik. Hanya didalam hidup Dia tampak kepada kita Allah yang menjadi manusia. Sementara hidup semua pendiri agama lainnya mengungkapkan kepada kita orang-orang yang mencari kebenaran dan berusaha memahami hakikat agama, hidup Yesus Kristus menyatakan Allah Pengasih dan Penegak keadilan yang berprakarsa menyelamatkan umat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa.

Semua klaim Yesus mengenai diriNya, bahwa Dia adalah Anak-Allah yang kekal dibernarkan oleh hidupNya, kematianNya, kebangkitanNya dan kenaikanNya yang penuh kejayaan. Ia memang khas dan unik diantara segenap umat manusia.

IV : MASA-MASA TERPENTING


Kendati tidak ada kitab yang menyusun riwayat hidup Yesus Kristus secara kronologis, keempat Injil menyajikan cukup bahan yang memungkinkan kita menunjuk masa-masa penting dalam hidupNya :


A. KelahiranNya yang supra alami.


Para penulis Injil beroleh kesempatan luar biasa untuk menyelidiki kebenaran tentang kelahiran Yesus Kristus. Lepas dari kenyataan bahwa Maria, ibu Yesus, diserahkan dalam pengasuhan murid yang paling akrab kepada Yesus (lihat Yohanes 19:26-27), baiklah diingat bahwa Yakobus, saudara Yesus, beberapa tahun menjadi salah seorang pemimpin jemaat Yerusalem. Sesudah kebangkitan dan kenaikan Yesus, Maria dan anak-anaknya tidak lagi meragukan ke-Tuhan-an Yesus. Mereka hidup dalam persekutuan yang akrab dengan sesama mereka, seiman di jemaat Yerusalem (lihat Kisah 1:14).

Ketika Lukas menyertai Paulus ke Yerusalem tahun 56 atau 57M, salah seorang yang dikunjungi ialah Yakobus, saudara Yesus (Kisah 21:17-18 ). Waktu itu – sesuai pendahuluan Injilnya – Lukas sudah memebri perhatian besar pada fakta-fakta yang berkaitan dengan hidup Tuhan Yesus. Apakah Lukas bertemu dengan Maria tidaklah diberitakan, tapi pasti kesempatan terbuka lebar baginya untuk memperoleh informasi mengenai kelahiran Tuhan Yesus, teristimewa informasi khusus yang hanya Maria satu-satunya nara-sumber yang otoritatif. Justru sudut pandang dan pengalaman pribadi Maria-lah yang mewarnai dan mendasari laporan Lukas tentang ke-supra-alamian Yesus yang dikandung dan dilahirkan (Lkas 1:26-56; 2:1-51).

Pada pihak lain Matius menyusun laporannya berdasarkan sudut pandang dan pengalaman pribadi Yusuf. Tetapi kedua Injil itu bulat-bulat sepakat bahwa keberadaan dan kehadiran ‘jasadi’ Yesus dalam kandungan Maria tidaklah berasal dari atau oleh bapak manusiawi, melainkan oleh kuasa Roh Kudus dan lahir sebagai Anak Allah (Lukas 1:35; Matius 1:18-24). Persis sesuai kenyataan ini memulai Injilnya ‘Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah …Firman yang telah menajdi mansuia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran’ (Yohanes 1:1-14). Selengkapnya silahkan baca artikel INKARNASI.


B. Masa bayi, kanak-kanak dan berjenjang dewasa.


Lukas 2:40,52 melaporkan jelas perkembangan hidup Yesus dari masa kanak-kanak sampai jenjang dewasa berjalan seperti biasa tapi sempurna. Setiap segi kehidupan ideal manusia sempurna seperti yang dikehendaki Allah terwujud nyata dalam hidup Yesus. Kendati Dia hidup ditengah-tengah keluarga sederhana bersama Maria, Yusuf dan beberapa adikNya lelaki dan perempuan, hidupNya seluruhnya selaras dengan kehendak Allah (Lukas 2:52). Dan sejak usia anak-anak (Lukas 2:49) nampaknya ia sudah sadar bahwa Dia adalah Anak Allah dalam arti yang khas.

Dari Lukas 2:46-47 jelas pula bahwa sejak usia anak-anak Ia sudah mempelajari kitab-kitab PL secara mendalam. Dan kendati mungkin Yusuf meninggal pada usia muda, sehingga Yesus harus bekerja keras sebagai tukang-kayu untuk memenuhi kebutuhan keluargaNya (Matius 13:55-56), Ia menyediakan cukup waktu memahami Kitab Suci dan berdoa.

Memang ada sedikit infomasi tentang masa kanak-kanak Yesus, dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari Kitab-kitab Injil mengenai hidupNya dalam hal pertumbuhan fisik, mental dan rohani menuju kedewasaan penuh, tapi diluar itu PB tidak mencatat masa kehidupan Yesus dari umur 12 tahun, sehingga muncul banyak rekaan-rekaan yang mengatakan bahkan Yesus ke India dan sebagainya. Mengenai hal tersebut silahkan ada baca artikel ini :

[url=http://www.sarapanpagi.org/viewtopic.php?p=101#101]THE LOST YEARS OF JESUS:
DIMANA YESUS BERADA KETIKA BERUSIA 12-30 TAHUN?[/url]

C. Babtisan dan Pencobaan


Pada usia + 30tahunYesus dibabtis oleh Nabi Yahya (Yohanes Pembabtis), dan pada saat itu pula Ia sudah meninggalkan kampung halamanNya di Nazareth. Pada saat setelah Babtisan, Yesus menerima dimuka umum tigas ke-Mesias-anNya sebagai Anak Allah dan Juruselamat, yang sekalipun Dia sendiri tidak berdosa (2 Korintus 5:21), memikul hukuman dosa umat manusia.

Allah Bapa membenarkan dan mensahihkan tindakan AnakNya, yang dalam kesadaran penuh menyamakan diriNya dengan orang berdosa. Pembenaran dan pensahihan itu dinyatakan dengan turunnya Roh Kudus ‘dalam wujud burung merpati’ dan suara dari Langit ‘Engkau inilah Anakku yang Kukasihi, kepadaMu Aku berkenan’ (Lukas 3:22 – terj. Lama). Pernyataan ini – yang menghubungkan Mazmur 2:7 dengan Yesaya 42:1 – mengenal Dia adalah Mesias, tapi itu berarti Dia wajib menggenapi panggilan kemesiasanNya dalam citra Hamba YHVH yang taat dan menderita sengsara.

Dengan keyakinan demikian dalam hatiNya, Yesus dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun Yudea untuk dicobai Iblis (Matius 4:1). Guna membuktikan kelaikan dan kesanggupanNya menjadi Juruselamat manusia, Dia harus membuktikan dulu ketaatanNya secara mutlak dan tanpa syarat kepada BapaNya, juga kuasa keperkasaanNya mengalahkan penggoda ulung itu. Peristiwa pencobaan ini mencolok dibandingkan peristiwa kejatuhan ke dalam dosa pada Kitab Kejadian pasal 3; disana Adam dan Hawa menyerah terhadap pencobaan kendati mereka hidup dalam keadaan paling menguntungkan. Padahal, disini, Yesus menang berjaya kendati Ia dicobai dalam keadaanNya yang paling buruk dan mengerikan. Setelah 40 hari di padang gurun terus menerus dieckam ketegangan fisik dan spiritual, Iblis mengerahkan segenap kemampuan dan kelicikannya menipu, untuk mendesak Yesus mencobai BapaNya, atau, menolak melakukan misi-Nya sesuai yang digariskan dalam seruan dari langit, seperti yang dikehendaki BapaNya bagi Dia. Tapi Yesus mematahkan cobaan itu betapapun lihainya dan halusnya cobaan itu. Yesus tetap taat tak tergoyahkan kepada kehendak BapaNya. Yesus bangkit berjaya dari pertarungan spiritual itu sebagai Anak Allah yang taat dan Hamba yang setia (Matius 4:1,11; Markus 1:12-13; Lukas 4:1-13).

D. Awal pelayananNya terhadap masyarakat umum


Setelah berjaya mematahkan semua serangan Iblis, Yesus memulai tahap pertama pelayananNya terhadap masyarakat umum secara terbuka, memanggil murid-muridNya yang pertama (Yohanes 1:35-51), menyatakan kuasa ke-Allah-an-Nya dengan mengubah air menjadi Anggur (Yohanes 2:1-11), melakukan mujizat-mujizat (Yohanes 2:23 dab), mengajarkan kepada Nikodemus seorang Farisi tentang kebenaran-kebenaran rohani yang revolusioner, melayankan keselamatan bahkan kepada orang Samaria yang dimata orang Yahudi adalah hina (Yohanes 4:1-42).

Tahapan pelayananNya ini dipersiapkan Nabi Yahya (Yohanes Pembabtis), dan mencapai puncaknya tatkala beberapa orang Samaria mengakui, “Kami tahu, bahwa Dia-lah benar-benar Juruselamat dunia” (Yohanes 4:42).

E. Pelayanan dan ajaran berpusat di Galilea


Penahanan Nabi Yahya menjadi tanda bagi Yesus untuk memulai pelayananNya di Galilea , dengan pengunuman “Waktunya telah tiba, Kerajaan Allah sudah dekat” (Markus 1:14 dab). Saat Ia menyatakan di Sinagoge Nazareth bahwa Dia-lah yang menggenapi janji-janji mengenai Mesias, Dia ditolak oleh masyarakat sekampungNya itu (Lukas 4:16 dab). Lalu Ia menjadikan Kapernaum markas besarNya. Ia bekerja dan mengajar di Kapernaum dan daerah-daerah lain kira-kira 1 tahun (Matius 4:12-14:13; Markus 1:14- 6:34; Lukas 4:14-9:11; Yohanes 4:46-54 dst), sambil menyatakan kuasa keilahianNya atas alam (Markus 4”35-41; 6:34-51 dst), atas badan manusia dan atas penyakit badani dan rohani (Matius 8:1-17; 9:1-8 dst), bahkan atas hidup dan kematian (Lukas 7:11-17; Matius 8:18-26), Selanjutnya Ia menyatakan memiliki otoritas final atas nasip akhir dan kekal umat manusia. Dalam Khotbah di Bukit dan ajaran-ajaranNya yang lain, Ia menyatakan otoritasNya yang khas memberitakan undang-undang Kerajaan Allah (Matius 5:1-7:29 dst).

Sementara Ia menyatakan keunggulan otoritasNya sebagai Mesias, pada periode ini Ia menyatakan kasihNya dan keprihatinanNya terhadap orang-orang yang tertindas secara badani dan rohani (Matius 9:1-8, 18:22; Lukas 8:43-48 dst). Berulang kali Ia menyatakan bahwa Dia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang, dan Ia melakukan hak khas ilahi mengampuni dosa (Lukas 5:20-26; 7:48-50). Ia memilih 12 orang diantara pengikutNya untuk menjadi murid khusus bagiNya (Matius 10:1-4; Lukas 6:12-16), yang secara sistematis diajar dan dilatih olehNya menjadi rasul-rasul.

Otoritas Yesus mengajar begitu mencolok dan khas. Dia begitu tegar tak goyah sedikitpun menghadapi para penentangNya dari kalangan Yahudi dan Farisi. Mujizat-mujizat penyembuhan yang Dia perbuat dan manifestasi-manifestasi lainnya menyatakan kuasaNya atas alam (Lukas 4:33-41; Markus 5:1-42 dst). Semuanya itu membuat Dia sangat terkenal dan dikagumi masyarakat di seluruh galilea (Lukas 4:40-42; 5:15, 26; 6:17-19). Ketenaran ini mencapai puncaknya pada mujizat memberi makan 5000 orang (Matius 14:13-21; Markus 6:30-44; Lukas 9:10-17; Yohanes 6:5-13). Peristiwa ini, yang begitu gamblang membuktikan kemesiasanNya mencorong orang banyak untuk menobatkan Dia menjadi raja (Yohanes 6:15).

F. Dua belas orang dilatih


Karena Yesus menolak dinobatkan menjadi Mesias duniawi (Yohanes 6:26-27) massa bahkan jumlah terbesar muridNya dalam arti lebih luas (Yohanes 6:66-67) meninggalkan Dia. Lalu Yesus memasuki wilayah Tirus, Sidon dan Kaisarea Filipi (Matius 15:21; 16:13; Markus 7:31 dsb) dan melayani disana. Ketika Yesus berkunjung lagi ke daerah sekitar danau Galilea, Ia menyembuhkan dan benolong banyak penderita yang tertekan jiwa, dan untuk kedua kalinya Ia membuat mujizat memberi makan banyak orang (Matius 15:29-39).

Kemudian Ia membawa murid-muridNya menyendiri ke tempat yang sepi. Lalu Ia mengajukan pertanyaan pelik “Siapakah Aku ini?” (Matius 16:15). Petrus mewakili semua rasul menjawab tegas “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Matius 16:16). Sejak itu Yesus mulai mempersiapkan murid-muridNya untuk menghadapi pukulan dahsyat yang akan menimpa mereka di yerusalem (Matius 16:21-26). Tapi ketika itu juga dengan jelas dan berulang-kali Ia mengajarkan pada akhirnya kemenangan akan menjadi milik Dia (Matius 16:27-28), karena itu pengikutNya tidak perlu takut (Lukas 12:4-12; 32-34).

Puncak pernyataan diri Yesus kepada murid-muridNya terjadi saat Ia dipermuliakan di atas gunung, pada saat mana Ia nampak dalam kemuliaan Ilahi kepada tiga orang muridNya yang paling akrab (Matius 17:1-13, Markus 9:2-10; Lukas 9:28-36). Karena Dia datang untuk menggenapi hukum Taurat maupun Nabi-nabi, Maka Musa (yang menggambarkan hukum Taurat) dan Elia (yang mewakili para nabi) nampak bersama-sama Dia dalam permuliaan itu, sebelum Dia pada akhirnya memulai perjalananNya menuju Yerusalem menanggung derita maut untuk menyelamatkan umat manusia. Sekali lagi suara Allah dari langit menyatakan Yesus adalah AnakNya yang terpilih, kepadaNya semua orang wajib menyimak dan patuh (Lukas 9:35).

G. Permusuhan yang memuncak


Setelah yesus menyatakan diriNya kepada murid-muridNya, dan murid-murid itu mengenal Dia adalah benar-benar Anak Allah (Matius 17:1-13; Markus 9:2-10; Lukas 9:18-20), maka Dia mempersiapkan mereka lebih terarah dari sebelumnya untuk mengemban tugas mereka di hari depan sebagai jajaran fondasi gerejaNya. Dia mengajarkan kebenaran kepada mereka, baik langsung atau berupa perumpamaan, da ia melanjutkan menyatakan kuasa keilahianNya dan otoritasNya dengan menyembuhkan orang sakit (Lukas 14:1-6; 17:11-19), orang buta (Markus 10:46-53) dan menanggulangi beban hidup orang-orang yang tersiksa ditekan penderitaan.

Para penguasa Yahudi dan para pemimpin agama Yahudi makin keras dan gencar menentang Dia (Lukas 14:1b). Cara dan jalan apa saja ditempuh untuk menjerat Dia, menghancurkan pengaruhNya yang terus meningkat atas masyarakat banyak, dan alasan terus dicari-cari untuk menyeret Dia ke tangan penguasa Roma untuk dihukum mati (Matius 19:1-3; Lukas 11:53-54). Semua peringatan serius yang Dia tunjukkan kepada penentangNya, semua ajaranNya yang punya daya gudah dan yang dimaksudkan untuk mengubah hati mereka, semua karyaNya menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati (Yohanes 11:41-45), hanya mempertajam kebencian orang Farisi, ahli Taurat dan para pemimpin Yahudi terhadap Dia (Yohans 11:46-53).

H. Minggu terakhir di Yerusalem


Setelah Yesus dengan terang-terangan sebagai Mesias memasuki Yerusalem, diarak dan dielu-elukan orang banyak yang bersorak-sorai (Markus 11:1-10; Yohanes 12:12-19 dst), Ia mengusir para penukar uang dan pedagang binatang korban dari pelataran luar Bait Suci. Dengan demikian Ia memperluhatkan kekuasaanNya sebagai Mesias (Lukas 19:45-46; Matius 21:12-16) Akhir hidupNya sekarang makin dekat. Dengan gamblang Ia menelanjangi kemunafikan orang-orang yang memburu-buru Dia (Matius 21:33-34; 22:1-14; Markus 12:1-12; Lukas 20:9-47), menubuatkan apa yang akan menimpa orang Yahudi, Yerusalem dan Bait Suci (Lukas 21:20-24). Ia mempersiapkan pengikutNya perihal bahaya yang telah siap menanti mereka (Lukas 21:9-19 dst), memberi tahu apa yang telah tersedia bagi dunia dan gereja (Lukas 21:25-27) dan menubuatkan bahwa sejarah dunia akan mencapai puncaknya kelak pda saat Ia dalam kemuliaan datang lagi untuk menyatakan kuasa ke-Allah-an-Nya atas semua kuat kuasa kegelapan, dan untuk mulai menegakkan kerajaanNya yang kekal (Matius 24:29-31; 25:31-46).

Malam menjelang penderitaanNya, dan sebagai upaya terakhir mempersiapkan para rasul mengemban tugas besar yang menanti mereka, Yesus membasuk kaki murid-muridNya itu (Yohanes 13:1-11), mengajarkan kepada mereka pelajaran yang sangat penting tentang kerendahan hati (Yohanes 13:12-17; Lukas 22:24-30) dan memberitahukan kepada Yudas akan mengkianati Dia (Markus 14:18-21; Yohanes 13:21-30). Kemudian Ia menetapkan Perjamuan Kudus (Matius 26:26-29 dst) dan akhirnya Ia mendoakan kepada pengikutNya (Yohanes 17:1-26).

Lalu di Getsemani Ia menyerahkan diriNya mutlak seutuhnya untuk yang terakhir kalinya kepada kehendak BapaNya (Matius 26:39-46 dst). Setelah menimpakan atas diriNya segenap kesalahan umat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, dengan ikhlas Ia membiarkan diriNya ditangkap, disiksa, dijatuhi hukuman yang salah dan disalibkan. penderitaanNya sebagai korban tebusan dosa mencapai puncaknya di kayu salib, menjelang akhir tiga jam gulita saat Ia berseru “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Telah Ia kemukakan kepada murid-muridNya bahwa Ia datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 26:28; Markus 10:45 dst). Setelah dengan sukarela Ia mempersembahkan diriNya sebagai Anak Domba Allah (Yohanes 1:29; 10:11-18 ), tugasNya tuntas seutuhnya. Lalu Ia menyerahkan nyawaNya kedalam tangan BapaNya dengan seru kemenangan “Sudah selesai!” (Yohanes 18:30).

I. Penguburan, kebangkitan dan kenaikan


Setelah Yesus mati, Ia tidak lagi dibawah kuasa musuh-musuhNya. Mayat Yesus diturunkan dari kayu salib (Lukas 23:50-53) dan dikuburkan di kuburan baru dalam suatu kebun. JanjiNya akan bangkit dari antara orang mati segera digenapi. Sebagai Kristus yang bangkit dan Tuhan yang hisup, Ia membasmi ketakutan dan kebimbangan hati pengikutNya (Lukas 24:13-49; Yohanes 20:11-21:22). Pada kurun waktu 40hari, Ia berulang-ulang menampakkan diriNya kepada mereka, membuka hati mereka supaya mengerti kitab suci PL, menjadikan akan mengutus Roh Kudus untuk menghibur, memimpin dan memberi kuasa kepada mereka bertindak sebagai saksiNya mulai dari yerusalem sampau ke ujung bumi (Kisah 1:8).

Setelah sekali lagi Ia meyakinkan mereka bahwa segala kuasa di Sorga dan di Bumi telah diberikan kepadaNya (Matius 28:18 ), Ia menugasi mereka untuk menjadikan semua bangsa muridNya (Matius 28:19). Lalu Ia berjanji akan senantiasa menyertai mereka, bahkan sampai akhir zaman (Matius 28:20), dan Ia pun terangkat ke Sorga – sambil mengangkat tanganNya memberkati mereka (Lukas 24:50).

Dengan demikian, hidup Yesus sebagai Manusia diantara manusia di bumi ini, pada akhirnya menang berjaya. Klaim para rasul sangat tepat menyimpulkan pelayanan Yesus ke bumi “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah 2:36).


Kepustakaan :

H Anderson, Jesus anda Christian Origins, 1964
O Borchert, The Original Jesus
FC Conybeare, The Historic Jesus
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2 Halaman 603.


YESUS TIDAK BERDOSA



Malaikat Gabriel dalam Injil menyaksikan Yesus sebagai KUDUS (Suci) :


* Lukas 1:35
LAI TB, Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
KJV, And the angel answered and said unto her, The Holy Ghost shall come upon thee, and the power of the Highest shall overshadow thee: therefore also that holy thing which shall be born of thee shall be called the Son of God.
TR, και αποκριθεις ο αγγελος ειπεν αυτη πνευμα αγιον επελευσεται επι σε και δυναμις υψιστου επισκιασει σοι διο και το γεννωμενον αγιον κληθησεται υιος θεου
Translit Interlinear, kai {lalu} apokritheis {menjawab} ho {itu} aggelos {malaikat} eipen {berkata} autê {kepadanya} pneuma {Roh} hagion {Kudus} epeleusetai {akan datang} epi {atas} se {engkau,} kai {dan} dunamis {kuasa} hupsistou {Yang Mahatinggi} episkiasei {akan menaungi} soi {engkau;} dio {karena itu} kai {juga} to {yang} gennômenon {dilahirkan} hagion {Kudus} klêthêsetai {akan dipanggil} huios {Anak} theou {Allah}



Ketiadaan dosa Yesus


Di dalam dunia ini, siapakah yang berani mengatakan dirinya tidak berdosa? Semua orang yang dianggap waras atau suci pun mengakui diri mereka berdosa. Hanya Yesus yang berani berterus-terang mengatakan diri-Nya tidak berdosa. Yesus berkata :


* Yohanes 8:46
LAI TB, Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku
KJV, Which of you convinceth me of sin? And if I say the truth, why do ye not believe me?
TR, τις εξ υμων ελεγχει με περι αμαρτιας ει δε αληθειαν λεγω διατι υμεις ου πιστευετε μοι
Translit Interlinear, tis {siapakah} ex {dari} humôn {kalian} elegchei {membuktikan bersalah} me {Aku} peri {karena} hamartias {suatu dosa} ei {jika} de alêtheian {kebenaran} legô {Aku mengatakan} diati {mengapakah} humeis {kalian} ou {tidak} pisteuete {percaya} moi {kepada-Ku}


Sebelum Yesus disalibkan, Dia pernah diadili sebanyak enam kali. Di kalangan mereka adalah para pemimpin masyarakat Yahudi, para penguasa Roma, para imam dan guru Taurat, tetapi tidak satupun yang dapat membuktikan dosa yang telah dilakukan oleh Yesus. Pilatus, gubernur kerajaan Roma berkata tiga kali, "Aku tidak mendapat alasan apapun untuk menghukum Dia." Pilatus berhasrat untuk membebaskan Yesus, tetapi kerana hasutan orang Yahudi dan teriakan mereka yang memohon agar Yesus disalibkan, Pilatus melihat bahawa kata-katanya sia-sia saja. Pilatus mengambil air lalu membasuh tangannya di hadapan orang ramai dan berkata, "Aku tidak bertanggungjawab terhadap kematian orang ini! Kamulah yang bertanggungjawab!" (Matius 27:24). Lalu dia menyerahkan Yesus untuk disalibkan.

Dalam beberapa hal, pertanyaan ini sangat hipotetis, karena Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa Yesus tak pernah berbuat dosa (Ibrani 4: 15). Namun hal ini tetap dibahas oleh para ahli theologia secara panjang lebar. Secara teknis "tanpa cela" adalah doktrin yang mengajarkan bahwa Kristus tidak berbuat dosa sekalipun Ia telah dicobai :



Yesus tak pernah berdosa, tapi Ia telah dicobai.


* Ibrani 4:15,
LAI TB, Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
KJV, For we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.
TR, ου γαρ εχομεν αρχιερεα μη δυναμενον συμπαθησαι ταις ασθενειαις ημων πεπειραμενον δε κατα παντα καθ ομοιοτητα χωρις αμαρτιας
Translit Interlinear, ou {bukan} gar {sebab} ekhomen {kami mempunyai} arkhierea {Imam Besar} mê {tidak} dunamenon {(yang) dapat} sumpathêsai {turut merasakan} tais astheneiais {kelemahan-kelemahan} hêmôn {kita} pepeiramenon {walaupun telah digoda} de {tetapi} kata panta {dalam segala sesuatu} kath {menurut} homoiotêta {cara yang sama} khôris {tanpa} hamartias {dosa}


Terjemahan yang tepat untuk "χωρις αμαρτιας - khôris hamartias" sebenarnya bukan "tidak berbuat dosa" melainkan "tanpa dosa".


Semua cobaan itu ditujukan langsung pada keadaan-Nya sebagai manusia, dan bukan sebagai Tuhan.


* Yakobus 1:13
LAI TB, Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.
KJV, Let no man say when he is tempted, I am tempted of God: for God cannot be tempted with evil, neither tempteth he any man:
TR, μηδεις πειραζομενος λεγετω οτι απο του θεου πειραζομαι ο γαρ θεος απειραστος εστιν κακων πειραζει δε αυτος ουδενα
Translit, mêdeis peirazomenos legetô hoti apo tou theou peirazomai ho gar theos apeirastos estin kakôn peirazei de autos oudena


Beberapa ahli theologia seperti Charles Hodge berpendapat bahwa Yesus Kristus dapat berbuat dosa. Dasar pendapatnya adalah bahwa godaan itu bukanlah suatu realitas kecuali ada suatu kesempatan untuk melakukannya.
Tetapi, Yesus Kristus tidak berdosa dengan pengertian tidak memiliki dosa ("αμαρτια - hamartia", kata benda) bukan tidak berbuat dosa (kata kerja). Jadi, bukan masalah "sanggup" atau "tidak sanggup" berbuat dosa, melainkan Dia "tidak mungkin" berbuat dosa. Kata kerja "berbuat dosa", Yunani "αμαρτανω - hamartanô" dengan segala perubahan bentuknya tidak pernah ditujukan kepada Yesus Kristus :


* 1 Yohanes 3:5
LAI TB, Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa."
KJV, And ye know that he was manifested to take away our sins; and in him is no sin.
TR, και οιδατε οτι εκεινος εφανερωθη ινα τας αμαρτιας ημων αρη και αμαρτια εν αυτω ουκ εστιν
Translit Interlinear, kai {adapun} oidate {kamu tahu} hoti {bahwa} ekeinos {(Dia) itu} ephanerôthê {telah dinyatakan} hina {supaya} tas hamartias {dosa-dosa} hêmôn {kita} arê {Ia menganggung/ Ia mengyingkirkan} kai {dan} hamartia {dosa} en {didalam} autô {Dia} ouk {tidak} estin {ada}


Pendapat lainnya (yang saya setujui) mengatakan bahwa Yesus tak pernah berdosa dengan alasan-alasan sebagai berikut.

Godaan yang dilakukan oleh setan adalah untuk menghancurkan kita. Godaan dan dakwaan tak harus berjalan bersama-sama, hanya godaan yang sukses dan berhasil yang dapat menghasilkan suatu dakwaan terhadap kita.

Semua godaan yang dihadapi Tuhan kita dalam Matius 4 sangatlah menggiurkan bagi seorang manusia. PergumulanNya dalam Taman Getsemani adalah nyata dan sukar. Dapat dikatakan bahwa Ia mengalami godaan terburuk yang pernah dialami oleh manusia , karena biasanya kita sudah menyerah kalah sebelum bertanding. Tuhan Yesus berdiri teguh menghadapi semua cobaan dan godaan Iblis yang paling berat.

Sekalipun dari sisi manusia Yesus mungkin mempunyai keiginan untuk berdosa tapi sisi keTuhanan-Nya menjagaNya sehingga Ia tak dapat berdosa. Adalah sangat tidak praktis bila ada pendapat yang menyatakan bahwa sisi manusia Yesus dapat mengambil keputusan secara independen untuk menentang sisi Ke Tuhanan-Nya.



Keilahian Kristus membuat-Nya tak dapat berbuat dosa karena:


1. ImunitasNya - identitas diriNya yang tak pernah berubah (Ibrani 1:12, 3:8) Ia tetap kudus baik dulu, sekarang dan selama-lamanya.

2. KekuatanNya (Omnipotensi) - jatuh ke dalam godaan menunjukkan suatu kelemahan moral atau kurangnya suatu kekuatan. Kristus mempunyai kuasa yang besar dan karenanya tidak dapat jatuh ke dalam dosa.

3. KemahatahuanNya (Omniscience) - Iblis menjatuhkan kita dengan cara menipu kita, tapi Yesus mempunyai pengetahuan illahi sehingga Ia tak dapat ditipu.



Yesus Kristus bukan hanya Kudus tanpa dosa, namun Ia pun berkuasa memberi kekudusan karena Ia berkuasa mengampuni dosa :


* Markus 2:5
LAI TB, Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!"
KJV, When Jesus saw their faith, he said unto the sick of the palsy, Son, thy sins be forgiven thee.
TR, ιδων δε ο ιησους την πιστιν αυτων λεγει τω παραλυτικω τεκνον αφεωνται σοι αι αμαρτιαι σου
Translit Interlinear, idôn de {ketika melihat} ho iêsous {Yesus} tên pistin {iman} autôn {mereka} legei {Ia berkata} tô {itu} paralutikô {kepada (orang) lumpuh } teknon {hai anak} apheôntai {diampuni} soi {mu} hai hamartiai {dosa-dosa} sou {mu}

Sumber :
- Dr. John Bechtle, Christian Answer © 1996, Eden Communications,
- John F. Walvoord's, Jesus Christ Our Lord. (Chicago: Moody Press, 1969), pp. 147-152.
(Sarapan pagi Biblika)

Keadaan Tak Berdosa dari Kristus


Para ahli theologia ortodoks pada umumnya setuju bahwa Yesus Kristus tak pernah melakukan dosa apapun juga. Agaknya ini adalah kesimpulan wajar bagi keilahianNya dan syarat mutlak bagi pekerjaanNya untuk menggantikan orang berdosa di atas kayu salib. Sesuatu pernyataan bahwa Kristus pernah mengalami kegagalim moral membutuhkan sebuah ajaran tentang' pribadi Nya yang dalam satu segi menyangkal keilahian mutlakNya.

Suatu pertanyaan yang dilontarkanoleh ahli-ahli theologia ortodoks ialah, apakah ketidakberdosaan Kristus ini adalah sama dengan ketidak-berdosaan Adam sebelum kejatuhan, atau apakah memiliki suatu ciri khas karena adanva tabiat ilahi. Dengan satu kalimat, dapatkah Anak Allah dicobai seperti Adam dicobal dan dapatkah Ia berbuat dosa seperti Adam berbuat dosa? Sedangkan kebanyakan ahli theologia. ortodoks setuju bahwa Kristus dapat dicobal karena adanya tabiat manusiawi, suatu perselisihan terjadi tentang pertanyaan apakah dengan dicobai Ia dapat berbuat dosa.


Definisi Ketidakberdosaan


Ada pandangan yang percaya bahwa Kristus dapat berdosa, tetapi ada pula yang percava bahwa Kristus tidak dapat berdosa, sebab adanya tabiat ilahi di dalam Dia. Timbul pertanvaan terhadap pandangan kedua ini : apakah orang yang tak dapat berdosa masih bisa dicobai? Apabila Kristus mernilih tabiat manusiawi yang dapat dicobai bukankah ini di dalam dirinya suatu bukti bahwa la dapat berbuat dosa? Pandangan orang-orang yang percaya bahwa Kristus dapat berbuat dosa dinyatakan oleh Charles Hodge yang telah mengihtisarkan ajaran ini sebagai berikut:

    Bagaimanapun, ketidak-berdosaan Tuhan kita tidak sama dengan tidak-dapat-berdosa yang mutlak. Hal itu bukan suatu "non potest peccare." Apabila Ia manusia sejati tentulah la mampu berbuat dosa. Bahwa Ia tidak berbuat dosa di bawah provokasi yang terberatpun, bahwa ketika Ia dihina Ia bahkan memberkati, ketika Ia menderita Ia tidak mengancam, ketika Ia seperti domba di depan pengguntingnya la membisu, adalah merupakan suatu teladan bagi kita. Pencobaan mengandung kemungkinan berbuat dosa. Apabila dari pembawaan pribadi-Nya tidak mungkin Kristus berbuat dosa, maka pencobaan yang dialaminya tidak nvata dan tidak berakibat apa-apa, dan Ia tidak dapat menaruh simpati terhadap kita.


Persoalan yang dikemukakan oleh Hodge itu sungguh nyata dan, mengingat pengalaman kita sendiri pencobaan selalu disertai dengan kemungkinan untuk berdosa. Bagaimanapun juga Hodge mengakui bahwa ada beberapa pokok dalam argumentasinva yang mengundang pertanyaan. Untuk memecahkan persoalan mengenai apakah Kristus dapat berbuat dosa, perlu pertarna sekali, kita memeriksa sifat pencobaan itu sendiri untuk rnenentukan apakah kemungkinan untuk berdosa masuk di dalamnya. Kedua, menentukan faktor yang unik di dalam Kristus, yaitu bahwasanya la memiliki dua tabiat, yang sebuah tabiat ilahi dan yang lain tabiat manusiawi yang tak berdosa.

Dapatkah seseorang yang tak dapat berbuat dosa dicobai? Sudah disetujui oleh orang-orang yang berpendapat bahwa Kristus tidak berbuat dosa bahwa Ia tidak memiliki tabiat dosa. Maka, pencobaan apapun yang datang kepadaNya, adalah berasal dari luar dan tidak dari dalam, Seandainya dorongan wajar dari suatu tabiat yang tak berdosa dapat menjadi dosa bila tak terkontrol, tetapi tidak ada tabiat dosa untuk menyarankan dosa dari dalam dan membentuk suatu dasar yang menguntungkan bagi pencobaan. Harus diakui oleh Hodge, yang menolak pandangan "Kristus tak dapat berdosa," bahwa dalam hal apa saja pencobaan Kristus adalah berbeda dari pencobaan orang berdosa.

Tidak hanva disetujui kenyataan bahwa Kristus tidak memiliki tabiat dosa, tetapi sebaliknya juga disetujui bahwa tentang pribadiNya Ia dicobai. Hal ini jelas dinyatakan di dalam Ibrani 4:15: "Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa."

Juga jelas bahwa pencobaan ini datang kepada Kristus berdasarkan fakta bahwa la memiliki tabiat manusiawi, sebagaimana dinyatakan oleh Yakobus: "Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata, pencobaan ini datang dari Allah! Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun."

Pada satu pihak, Kristus dicobai dalam segala segi kecuali melalui pencobaan yang berasal dari tabiat dosa, sebab Ia tidak mempunyai tabiat dosa, dan pada pihak lain tabiat ilahi-Nya tidak dapat dicobai karena Allah tidak dapat dicobai. Apabila tabiat manusiawi Nya memang dapat dicobai, maka tabiat ilahiNya tidak dapat dicobai. Pada pokok ini semua orang dapat setuju.


Persoalannya kemudian ialah, dapatkah seorang seperti Kristus yang memiliki tabiat manusiawi dan ilahi sekaligus, dicobai, apabila Ia tidak dapat berbuat dosa?

Jawabnya harus ya.

Pertanyaannya adalah, mungkinkah mencobai yang tak mungkin dicobai? Akan hal ini semua akan setuju. Mungkin saja sebuah perahu dayung menyerang sebuah kapal perang, bahkan walaupun sudah pasti tidak mungkin perahu dayung itu mengalahkan kapal perang tersebut. Pemikiran yang mengatakan bahwa karena dapat dicobai lantas berarti mudah dipengaruhi, adalah tidak sehat, Meskipun pencobaan itu dapat nyata sekali, juga kuasayang melawan pencobaan itu dapat tidak terbatas dan apabila kuasa ini tak terbatas, maka orangnya tidak dapat berbuat dosa. Perhatikan bahwa pencobaan yang sama yang mudah sekali dilawan oleh seorang yang karakternya kuat, akan dirangkum oleh seorang yang karakternya lemah. Pencobaan yang datangnya dari minuman keras tidak mudah menjatuhkan seorang yang tidak biasa minum, tetapi gam pang sekali menjatuhkan seorang peminum. Dalam kedua kasus itu pencobaannya mungkin sama. tetapi orang-orang yang mengalami pencobaan itu memiliki kekuatan yang berbeda untuk menolaknya. Dengan demikian dapatlah ditunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang perlu antara hal dapat dicobai dan hal dapat berdosa. Jadi, pandangan Hodge yang mengatakan bahwa pencobaan itu haruslah tidak nvata apabila orang yang dicobai tak dapat berbuat dosa, adalah tidak tepat.

Sebagaimana William G. T.Shedd menunjukkan, hal dapat dicobai bergantung pada hal dapat dipengaruhi secara pembawaan untuk berdosa, padahal hal-tak-dapat-berdosa bergantung pada kehendak yang mempunyai kuasa besar untuk tidak berdosa. Shedd menulis.

    Keberatan yang ada terhadap ajaran bahwaKristus tidak dapat berbuat dosa ialah bahwa ini bertentangan dengan kenyataan yang Kristus dapat dicobai.. Seorang yang tak dapat berdosa dikatakan, tak dapat dicobai untuk berbuat dosa. Ini tidak betul; sama seperti mengatakan bahwa karena satu angkatan peranq tak dapat dikalahkan maka mereka tidak dapat diserang. Hal. dapat dicobai bergantung kepada hal dapat dipengaruhi secara pembawaan, tetapi hal tak dapat berbuat dosa bergantung kepada kehendaknya. Sejauh menyangkut hal dapat dipengaruhi yang wajar dari Kristus, baik secara fisik dan mental, Yesus Kristus terbuka bagi segala bentuk pencobaan manusiawi kecuali pencobaan yang berasal dari daging, atau tabiat yang rusak. Tetapi hal dapat berdosaNya, atau kemungkinan dikalahkan oleh pencobaan-pencobaan itu, bergantung pada besarnya perlawanan menurut kehendakNya untuk menentang pencobaan itu. Pencobaan-pencobaan itu sangat kuat, tetapi apabila keputusan diri dari kehendak suciNya lebih kuat dari pada pencobaan-pencobaan tersebut, maka pencobaan-pencobaan itu tidak dapat mempengaruhi Dia untuk berbuat dosa, dan Ia akan menjadi tidak dapat berbuat dosa. Tetapi jelas Ia dapat dicobai.[1]


Pertanyaan tentang apakah pribadi yang tak dapat berbuat dosa bisa dicobai, diilustrasikan oleh contoh dari malaikat-malaikat pilihan ini dikemukakan oleh Shedd dalam kelanjutan diskusinya atas masalah hal tak dapat berbuat dosa :

    Bahwa makhluk yang tak dapat berbuat dosa bisa dicobai, dibuktikan dari contoh malaikat-malaikat pilihan.Setelah "mempertahankan keadaannya yang semula," maka sekarang mereka tak dapat berbuat dosa, bukan oleh kekuatan mereka sendiri, melainkan oleh kekuatan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Tetapi mereka masih bisa dicobai, watau kami mempunyai alasan bahwa mereka tidak dicobai lagi. Hal dapat dicobai adalah salah satu batasan yang perlu bagi roh yang terbatas itu. Tak ada satu makhluk-pun yang berada di luar kemungkinan untuk dicobai, wataupun ia barangkali, oleh anugerah, di luar kemungkinan untuk menyerah kepada pencobaan. Satu-satunya yang tak dapat dicobai ialah Allah; ho gar theos apeirastos (Yakobus 1:13). Dan ini asalnya dari tabiat satu Pribadi yang tak terbatas. Ambisi tentang sesuatu adalah motif yang ada pada dasar semua pencobaan. Ketika makhluk itu dicobai, disarankan kepadanya untuk berusaha "menjadi seperti allah." Ia dianjurkan untuk berusaha memperoleh tempat yang lebih tinggi dari keadaannya sekarang sebagai makhluk Tetapi hal ini tentu saja tidak dapat dikenakan kepada Makhluk Tertinggi Ia sudah Allah atas segala sesuatu dan disembah selama-lamanya. Karena itu Ia mutlak tak dapat dicobai.


Apakah pencobaan-pencobaan yang dialami Kristus itu nyata?

Apabila pencobaan dari satu pribadi yang tak dapat berbuat dosa dianggap mungkin, dapatkah dikatakan tentang Kristus bahwa pencobaan-pencobaanNya nyata? Jikalau di dalam diriNya tidak ada tabiat yang sesuai untuk menyambut dosa, benarkah pencobaan itu nyata?

Pertanyaan ini juga harus dijawab ya.

Dalam umat manusia, kenyataan. pencobaan itu dapat dengan mudah dibuktikan oleh banyaknya dosa. Walaupun bagi Kristus tidak demikian, tetap terbukti bahwa pencobaan-pencobaan pada Kristus adalah nyata. Meskipun Kristus tak pernah mengalami pergumulan batin dari dua tabiat seperti yang dialami oleh Paulus dalam Roma 7, ada ban yak bukti tentang nvatanva pencobaan itu. Empat-puluh hari di padang gurun, setelah itu Kristus dicobai, menandai suatu usaha pada mana tak satupun manusia lain pernah mendapatnya. Pencobaan untuk mengubah batu menjadi roti merupakan pencobaan yang sangat nyata karena Kristus memiliki kuasa untuk melakukannya. Pencobaan untuk mempertunjukkan di muka umum tentang perlindungan Allah terhadap Kristus dengan melemparkan diri Nya dari atas Bait Allah juga merupakan pencobaan yang paling nyata. Tak seorang lainpun yang pernah ditawari kemuliaan dunia oleh iblis, tetapi Kristus demikian dicobai dan tetap tidak berbuat dosa, Walaupun pada satu pihak benar yang Kristus tidak mengalami pencobaan-pencobaan yang timbulnya dari sebuah tabiat dosa, sebaliknya, la dicobai dalam hal tak seorang lain pun pernah dicobai. Ditambahkan kepada tabiat pencobaan itu sendiri adalah kepekaan yang lebih besar dari Kristus. Tubuh Nya yang tanpa dosa adalah jauh lebih peka terhadap rasa lapar dan pemakaian sewenang-wenang dari pada orang-orang lain. Tetapi meskipun dcmikian, di dalam mengalami keinginan-keinginan ini secara penuh, Kristus sama sekali dapat menguasai diriNya.

Ujian terakhir tentang kenyataan pencobaan-pencobaanNya terdapat dalam pernyataan pergumulanNya di Getsemani dan kematianNya di atas kayu salib. Tak seorangpun dapat mengetahui pencobaan dari seorang yang suci untuk menghindari hukuman bagi dosa dunia. Inilah pencobaan terbesar untuk Kristus, sebagaimana kelihatan dalam sifat pergumulan dan penyerahanNya, Di atas kayu salib pencobaan yang sama tampak di dalam ejekan musuh-musuhNya untuk turun dari salib itu. Kristus dengan rela terus menanggung sengsara salib itu dan dari kehendakNya sendiri menyerahkan rohNya ketika saatnya tiba. Tidak ada pencobaan lebih .besar dari pada ini yang dapat dibayangkan. Meskipun pencobaan-pencobaan Kristus, karena itu, tidak selalu tepat sejajar dengan pencobaan-pencobaan kita, la telah dicobai sedalam-dalamnya bahkan sebagaimana kita dicobai. Dan kita dapat datang kepadaNya sebagai Imam Besar kita dengan keyakinan bahwa la sepenuhnya mengerti kekuatan pencobaan dengan keyakinan bahwa la sepenuhnya mengerti kekuatan pencobaan itu dan dosa, karena l a sendiri telah menqalarninva di dalam hidup dan kematian Nya (Ibrani 4:15). Pencobaan-pencobaan Kristus, oleh .karena itu, memiliki suatu kenyataan yang sungguh, tanpa sesaatpun mengurangi hal-tak-dapat-berbuat-dosa Nya. Jadi karena itu, suatu ajaran yang patut tentang hal-tak-dapat-berdosa dari Kristus ini justru yang menguatkan kenyataan pencobaan-pencobaan Kristus disebabkan la memiliki tabiat manusiawi yang dapat dicobai. Apabila tabiat manusiawi itu tak dapat dipertahankan sebagaimana dalam kasus Adam oleh suatu tabiat ilahi, jelas bahwa tabiat manusiawi Kristus boleh jadi telah berdosa. Kemungkinan ini bagaimana-pun juga sepenuhnya dihapuskan oleh adanya tabiat ilahi.



Bukti Ketidakberdosaan Kristus.


Pemecahan akhir dari masalah ketidakberdosaan Kristus terletak dalam hubungan dari tabiat ilahi dan tabiat manusiawi. Pada umumnya disetujui bahwa setiap tabiat itu, ilahi dan manusiawi, mempunyai kehendaknya sendiri-sendiri dalam pengertian keinginan. Tetapi keputusan terakhir dari pribadi itu, dalam pengertian kehendak yang berdaulat, selalu selaras dengan keputusan tabiat ilahi Nva; Hubungan hal ini dengan masalah ketidak-berdosaan adalah jelas. Tabiat manusiawi, karena dapat dicobai, bisa menginginkan sesuatu yang apabila dikerjakan bertentangan dengan kehendak Allah. Dalam pribadi Kristus, bagaimanapun juga, kehendak manusiawiNya selalu mengabdi kepada kehendak ilahiNya dan tak pernah bertindak sendiri. Sedangkan semua setuju bahwa kehendak ilahi dari Allah tidak dapat berdosa, maka kwalitas ini menjadi kwalitas pribadiNya dan Kristus menjadi tak-dapat-berbuat-dosa. Shedd telah menerangkan pokok ini sebagai berikut :

Ketidak-mungkinan-berdosa dari Kristus dibuktikan oleh hubungan dari kedua kehendak di dalam pribadiNya. Setiap tabiatNya memiliki kehendaknya sendiri. Tetapi yang terbatas tidak pernah akan bertentangan dengan yang tak terbatas, melainkan menaati sepenuhnya dengan tetap. Apabila ini tidak demikian, maka akan ada suatu konflik dalam kesadaran diri Yesus Kristus, sama dengan yang ada dalam kesadaran diri rasul Paulus. Ia juga akan berkata, "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidakaku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat, Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" (Roma 7: 19,20,24). Tetapi Kristus tidak pernah berkata semacam ini, sebaliknya Allah-Manusia ini dengan tenang bertanya : "Siapakah di antararnu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?" (Yohanes 8:46), dan pernyataan yang tegas darirasul Yohanes : "Di dalam Dia tidak ada dosa" (I Yohanes 3: 5). Baik dalam doa-doaNya maupun dalam kata-kataNya, dalam bentuk apapun, Yesus Kristus tak pernah mengucapkan pengakuan dosa pribadiNya. Sebab memang di dalam diriNya tidak ada dosa sama sekali. Ia tidak dapat menguraikan pengalaman agamaNya seperti yang dilakukan rasul-rasul-Nya, dan umatNya : "Keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging" (Galatia 5: 17).

Shedd seperti halnya sebagian besar Bapa-Bapa gereja tidak menerangkan bedanya keinginan dan kehendak. Bahwasanya tabiat manusiawi dan tabiat ilahi Kristus dapat mempunyai keinginan atau kemauan yang berbeda itu sudah terang. Tetapi di dalam tabiat kepribadianNya tidak bisa ada dua kehendak yang menentukan. Keputusan bisa merupakan hasil dari keputusan an tara dua kemauan, tetapi tidak mungkin ada dua kehendak dalam pengertian kehendak-kehendak yang berdaulat di dalam satu pribadi, bahkan di dalam satu Pribadi yangunik seperti Kristus. Semua ahli theologia ortodoks setuju bahwa keputusan terakhir dicapai oleh Kristus di dalam semua kasus adalah merupakan sebuah tindakan kehendak dari pribadiNya di dalam mana tabiat ilahiNya menguasai keputusan itu. Kehendak manusiawi tak pernah dapat melampaui kemauan di mana hal itu bertentangan dengan kehendak ilahiNya.

Persoalan tentang ketidak-berdosaan Kristus ini oleh karenanya menguraikan dirinya kedalam sebuah pertanyaan mengenai apakah sifat-sifat Allah dapat diselaraskan dengan ajaran hal-dapat-berdosa. Konsep tentang hal-dapat-berdosa di dalam pribadi Kristus secara pokok bertentanqan dengan sifat-sifat tak dapat berubah, mahakuasa dan mahatahu Nya.

Fakta tentang ketidak-berubahan Kristus ini adalah faktor menentukan yang pertama tentang hal ketidakberdosaanNya. Menurut Ibrani 13: 8, Kristus "tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya", dan sebelumnya dalam surat kiriman yang sama ada mengutip ayat dari Mazmur 102: 27, "Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan" (Ibrani 1: 12). Karena di masa kekekalan lampau Kristus adalah suci, maka perlu sekali sifat kesucian ini maupun sifat-sifat lainnya dipelihara tetap tak berubah selama-lamanya. Maka, karena Ia tidak berubah, tentulah Kristus tak mungkin berbuat dosa. Apabila kita tak dapat memikirkan bahwa Allah dapat berdosa pada kekekalan di masa lampau, maka seharusnya juga benar yang Allah tidak mungkin berbuat dosa di dalam pribadi Kristus yang berinkarnasi. Tabiat dari pribadi Nya mencegah Dia terpengaruh untuk berbuat dosa.

Kemahakuasaan Kristus juga menjadikan tak mungkin Ia berbuat dosa. Hal dapat berdosa selalu mencakup kelemahan di bagian orang yang dicobai; ia lemah sampai pada batas ia dapat berdosa. Mengenai Kristus, ini jelas tak usah dipersoalkan. Meskipun tabiat manusiawi Kristus, jikalau ditinggalkan sendiri, dapat berbuat dosa dan mampu dicobai, tetapi karena dihubungkan dengan tabiat ilahi yang mahakuasa, pribadi Kristus menjadi tak dapat berbuat dosa. Dengan kata lain, pribadi Kristus tak mungkin berdosa.

Kita harus hati-hati membedakan antara kemahakuasaan, yang mempunyai kwalitas tak terbatas dan karena itu akan tetap tak dapat berbuat dosa, dengan konsep tentang kuasa atau anugerah yang cukup. Hal-tak-dapat-berbuat-dosa didefinisikan sebagai tak mungkin berdosa karena tak bisa berdosa, sedangkan konsep tentang kuasa yang cukup semata-mata berarti "dapat tidak berdosa." Satu makhluk moral dan Allah yang ditahan oleh anugerah Allah, dapat mencapai pengalaman moral tentang menjadi dapat-tidak-berdosa sebagaimana diilustrasikan dalam setiapkemenangan atas pencobaan di dalam kehidupan Kristen, Semua setuju bahwa Kristus dapat tidak berdosa, bahkan mereka yang berpandangan bahwa la dapat berbuat dosa. Bagaimanapun juga, yang menjadi kontrasnya ialah antara pemikiran tentang kuasa yang cukup dan kemahakuasaan. Kwalitas tak terbatas dari kemahakuasaan membenarkan pernyataan bahwa Kristus tak dapat berbuat dosa.

Adalah suatu spekulasi yang bodoh untuk berusaha menentukan apa yang akan dilakukan oleh tabiat manusiawi Kristus apabila tidak dihubungkan dengan tabiat ilahiNya. Fakta yang ada tetap menyatakan bahwa tabiat manusiawi itu dihubu ngkan dengan tabiat ilahi dan, meskipun keadaannya ,sendiri seluruhnya manusiawi, tabiat itu tidak dapat melibatkan pribadi Kristus di dalam dosa. Atas dasar kemahakuasaan, dapat disimpulkan bahwa Kristus tidak dapat berdosa karena la mem punyai kuasa yang tak terbatas untuk melawan pencobaan.

Kemahatahuan Kristus memberikan sokongan besar bagi ketidak-berdosaNya. Dosa seringkali datang karena ketidaktahuan orang yang dicobai. Itulah sebabnya Hawa tertipu dan berdosa, walaupun Adam tidak tertipu tentang sifat pelanggaran itu. Dalam hal Kristus, akibat-akibat dosa itu dengan sempurna diketahuinya dengan segala faktor yang menyokongnya. Tak mungkin bagi Kristus yang memiliki kemahatahuan untuk melakukan hal yang la tahu hanya dapat membawa celaka besar yang kekal kepada diriNya dan kepada umat manusia. Dengan sekaligus memiliki juga kebijaksanaan yang tak terbatas untuk melihat d osa dengan sebenarnya dan pad a saat yang sama memiliki kuasa tak terbatas untuk melawan pencobaan, jelas bahwa Kristus tidak mungkin berbuat dosa.

Sungguh tak masuk akal menganggap Kristus dapat berdosa. Terang bahwa Kristus tak dapat berdosa di dalam sorga sekarang bahkan walaupun Ia memiliki kemanusiaan yang sejati. Apabila Kristus tak dapat berbuat dosa di sorga karena siapakah la adanya, maka demikian juga Kristus tak dapat berbuat dosa di bumi karena siapakah Ia dulu adanya.
Meskipun mungkin saja Kristus dalam-tubuh manusiawi-Nya mengalami pembatasan dari jenis yang bukan moral – seperti semacam kelemahan, penderitaan, kelelahan, duka-cita, lapar, amarah dan bahkan kematian – tak satupun dari semuanya ini dapat menciptakan komplikasi yang mempengaruhi kesucianNya yang tak dapat berubah itu. Allah dapat saja mengalami melalui tabiat manusiawi Kristus akan hal-hal ini yang biasa menimpa umat manusia, tetapi Allah tidak dapat berbuat dosa bahkan walaupun dihubungkan dengan satu tabiat manusiawi. Apabila dosa dimungkinkan dalam kehidupan Kristus, seluruh rencana alam semesta bergantung pada hasil dari pencobaan-pencobaanNya. Ajaran mengenai kedaulatan Allah pasti menghalangi keadaan semacam itu. Oleh karena itu tidak cukup mengatakan bahwa Kristus tidak berbuat dosa, melainkan Ia patut dipermuliakan karena Ia tidak dapat ebrbuat dosa. Walaupun pribadi kristus dapat dicobai, tetapi dosa tak mungkin masuk ke dalam kehidupanNya yang sudah ditentukan sejak kekekalan untuk menjadi Anak Domba Allah yang tak bercacat cela.

[1] William G. T.Shedd, Dogmatic Theology, II, p 336.
Sumber :
John F Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, Yakin, p 133-141
(Sarapan Pagi Biblika)